BELITONGEKSPRES.CO.ID, TANJUNGPANDAN - Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bangka Belitung (DPKP Babel) dorong kesetaraan harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit di wilayah Pulau Belitung.
Koordinator Lapangan DPKP Babel Aza Fikri mengantakan, melihat harga crude palm oil (CPO) minyak kelapa sawit dunia sebenarnya tidak ada perbedaan harga di wilayah Provinsi Babel.
Akan tetapi menurut Aza Fikri, untuk di Kabupaten Belitung dengan jumlah Pabrik Kelapa Sawit (PKS) yang terbatas membuat harga menjadi tidak kompetitif.
BACA JUGA:SMAN 1 Manggar Gelar IHT, Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila, Penting untuk Kurikulum Merdeka
Hal itu disampaikannya usai menghadiri Rapat Kerja para Anggota DPRD Provinsi Babel terkait harga TBS kelapa sawit di Wisma Bougenville Tanjungpendam, Belitung.
"Contohnya seperti PT PUS saat ini mereka beli hanya Rp 1.300, padahal di Bangka bisa mencapai Rp 2000 dan termurah Rp 1.700 ," ujar Fikri kepada Belitong Ekspres.
Oleh karena itu, solusinya Pemerintah Daerah harus mengundang investor baru untuk membangun PKS. Sehingga ada kompetitor dan harga bisa menjadi kompetitif.
BACA JUGA:MD KAHMI se-Pulau Belitung Resmi Dilantik, Ahmad Husaini: Semoga jadi Organisasi Mandiri
Kemudian, pihaknya juga mendorong agar harga beli TBS sawit disamakan. Itu agar para petani sawit Belitung lebih sejahtera dan tidak menjadi polemik.
"Jangan hanya mengambil keuntungan saja, tetapi juga pikiran masyarakat sekitar. Oleh karena itu kami mendorong agar harga beli TBS sawit disamakan," pungkasnya.
Sementara itu, Anggota Komisi II DPRD Provinsi Babel Nata Sumitra mengatakan, bagi perusahaan kelapa sawit yang melanggar aturan mesti diberikan sanksi tegas.
BACA JUGA:Bintara Tenda Peduli Dunia Olahraga Belitung, Bantu Perlengkapan Sepak Bola Klub PSV
Politisi PDI Perjuangan itu menilai, Pemerintah Daerah selama ini tidak tegas kepada perusahaan sawit. Hal tersebut bisa dilihat dari masalah harga belum lagi soal gaji karyawan yang tidak sesuai dengan UMR.
"Kalau sudah diberi peringatan, masih tengkaran juak. Cabut IUP-nya. Merugikan masyarakat juak. Jangan sampai kite ngemis-ngemis kan mereka. Jadi pemerintah daerah kalau ada aturan yah, tegakkan sesuai Perda Provinsi Nomor 19 tahun 2017,” tegas Nata Sumitra.