"Iya, hari ini gelar perkara untuk meningkatkan dari lidik (penyelidikan) ke sidik (penyidikan)," kata Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Polri Brigjen Pol Pipit Rismanto, Selasa 1 November 2022.
Tim gabungan Bareskrim Polri melakukan perkara bersama tim yang terdiri atas Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter), Direktorat Tindak Pidana Narkoba (Dittipidnarkoba), Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus), dan Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum), beserta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Kementerian Kesehatan.
"Ini masalahnya kan urusan medis, ini di sini kan harus ada ahli, enggak bisa Dittipidter sebagai penyidik terus menjawab tentang medis, akan kesulitan, terus masalah tindak lanjutnya apa, pembagian tugas nanti mana yang perlu didalami; harus semuanya komprehensif," kata Pipit.
BACA JUGA:IDAI Kembali Ingatkan Nakes, Hentikan Resep Obat Sirup, Kasus Gagal Ginjal Akut Meningkat
Sebelumnya juga, Senin (31/10), Bareskrim Polri bersama BPOM menemukan dua industri farmasi swasta di Indonesia menggunakan bahan baku propilen glikol melampaui ambang batas aman pada produk obat sirop yang dipasarkan.
Dua industri farmasi tersebut adalah PT Yarindo Farmatama di Jalan Modern Industri IV Kav. 29, Cikande, Serang, Banten, dan PT Universal Pharmaceutical Industries di Tanjung Mulia, Medan, Sumatera Utara.
Dari PT Yarindo, petugas menyita barang bukti berupa ribuan produk obat sirop bermerek dagang Flurin DMP yang tercemar etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG).
Selain itu, petugas gabungan juga menyita sejumlah dokumen terkait pengadaan bahan baku untuk menelusuri lebih jauh jangkauan distribusi bahan baku produk tersebut.
Sementara dari fasilitas produksi PT Universal Pharmaceutical Industries, tim gabungan menyita ratusan ribu produk obat sirop bermerek dagang Unibebi untuk demam dan batuk.
BACA JUGA:15 Peserta Ikuti Fashion Show Batik Belitung, Ketua PIA Lanud ASH Puas
Kepala BPOM RI Penny K. Lukito dalam konferensi pers di Serang, Banten, mengatakan patut diduga terjadi tindak pidana yang dilakukan dua produsen tersebut.
Yakni memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi tidak memenuhi standar keamanan khasiat, keamanan, dan mutu sebagaimana Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Pasal 196, Pasal 98 ayat 2 dan 3 dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda Rp1 miliar.
Selain itu, produsen juga diduga memperdagangkan barang yang tidak memenuhi standar dan persyaratan pasal 62 ayat 1 pasal 18 dan UU RI Nomor 8 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman pidana penjara maksimal lima tahun dan denda Rp2 miliar.
"Jika terbukti ada kaitan dengan kematian konsumen, maka akan ada ancaman pasal lain," kata Penny K. Lukito.
BACA JUGA:DPPKBPMD Belitung Dorong Pemdes Optimalkan PADes
Diberitakan sebelumnya, jumlah perusahaan farmasi yang diperiksa Bareskrim Polri terkait maraknya kasus gagal ginjal akut bertambah 1.