Oleh: Laya Salsabila Caesariani (Siswa Kelas Sosioliterasi G4 SMAN 1 Manggar)
MENTAL illness atau gangguan mental adalah hal yang patut diperhatikan pada kelangsungan hidup manusia saat ini. Dewasa ini, banyak sekali orang-orang dari seluruh dunia yang mengalami gangguan mental. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), hampir satu miliar orang di dunia yang mengalami bentuk-bentuk gangguan mental, seperti gangguan kecemasan (anxiety), bipolar, depresi, post-traumatic stress disorder (PTSD), hingga gangguan makan (eating disorder). Namun, gangguan mental yang paling umum adalah gangguan kecemasan (anxiety) dan depresi.
Pada tahun 2020, orang-orang yang mengidap gangguan kecemasan (anxiety) meningkat menjadi 26%, dan pengidap depresi sebanyak 28% dikarenakan pandemi Covid-19 yang terjadi beberapa tahun belakangan ini. Gangguan mental bisa terjadi pada siapa saja, tidak memandang usia sang penderitanya. Bahkan, tidak sedikit remaja yang mengidap masalah gangguan mental ini. Berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2018), lebih dari 19 juta penduduk Indonesia yang berusia lebih dari 15 tahun mengalami gangguan mental emosional, serta lebih dari 12 juta penduduk Indonesia yang berusia di atas 15 tahun mengidap depresi.
Kesehatan seseorang tidak hanya dilihat dari fisik. Namun, kesehatan mental juga pastinya harus dijaga agar kita tidak mengalami gangguan mental atau mental illness. Lalu, apa yang dimaksud dengan gangguan mental?
Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menyebutkan bahwa, mental illness atau gangguan mental adalah kondisi kesehatan yang memengaruhi pemikiran, perasaan, perilaku, suasana hati, atau kombinasi di antaranya. Gangguan mental merupakan permasalahan yang belakangan ini sedang marak terjadi di masyarakat, terutama pada remaja-remaja dengan usia yang tentunya belum sepenuhnya matang.
BACA JUGA:Remaja dan Ilusi 'Keren' Merokok
Jika seseorang mengalami gangguan mental, maka hal ini tentunya akan sangat memengaruhi kelangsungan hidupnya. Mulai dari karir, prestasi, keluarga, dan masih beberapa hal lainnya yang akan terkena dampak negatif jika seseorang mengalami gangguan mental. Terlebih lagi jika melihat kondisi kehidupan dari masyarakat pada saat ini, gangguan mental sudah menjadi permasalahan yang sebisa mungkin harus dicegah dan segera diatasi. Bangsa Indonesia harus lebih peduli dengan masalah gangguan mental yang dialami oleh masyarakatnya terutama para remaja, karena gangguan mental merupakan permasalahan yang cukup serius belakangan ini.
Kebanyakan orang menganggap bahwa usia remaja adalah saat-saat yang menyenangkan. Memang benar, namun tidak semua remaja merasakan masa-masa menyenangkan itu. Banyak sekali remaja di luar sana yang harus menghadapi berbagai permasalahan, yang pastinya akan menjadi beban berat bagi para remaja sehingga menyebabkan dirinya tidak berada pada kondisi yang baik, terutama dalam masalah kesehatan mental.
Seorang remaja bisa mengalami masalah gangguan mental karena beberapa faktor yang paling mendasar, seperti cara asuh orang tua yang kurang baik, tekanan dari lingkungan sosial maupun sekolah, dan trauma yang pernah terjadi di masa lalu. Pemakaian media sosial yang salah juga turut andil menjadi faktor mengapa seorang remaja mengalami gangguan mental, mengingat di zaman digital ini rata-rata manusia bergantung pada media sosial setiap harinya. Tidak menutup kemungkinan juga bahwa faktor biologis dan genetik bisa turut berkontribusi terhadap kestabilan mental seseorang.
Dilansir dari alodokter.com, gejala-gejala paling umum yang biasanya ditimbulkan oleh remaja yang mengalami gangguan mental di antaranya yaitu, perubahan kondisi hati yang sangat signifikan, merasa sedih dalam jangka waktu yang lama hingga berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan. Selanjutnya, adanya perubahan pola tidur, kesulitan dalam mengatur amarah, dan kerap berhalusinasi.
BACA JUGA:Menyikapi Viralnya Permainan Lato-Lato Bagi Siswa SD
Dari situs ini juga menambahkan, remaja yang mengalami gangguan mental juga sering ditandai dengan adanya perubahan nafsu makan, serta pada awalnya kerap merasa bahwa dirinya seorang diri karena mereka tidak memiliki orang yang dapat mengerti kondisi yang sedang mereka alami, sehingga mereka memendam semua permasalahan yang sedang dihadapi dan akhirnya berpengaruh terhadap kesehatan mental.
Mereka (penderita) juga kerap merasa panik atau cemas jika ada hal yang men-trigger mereka, seperti dari trauma masa lalu atau peristiwa kurang mengenakkan yang pernah terjadi sebelumnya. Gejala-gejala seperti inilah yang umumnya dialami oleh seseorang dengan gangguan mental. Tetapi, tidak menutup kemungkinan bahwa seseorang dengan gangguan mental tidak menunjukkan gejala apapun atau mereka masih berusaha terlihat baik-baik saja di depan banyak orang.
Masalah kesehatan mental pada remaja sebenarnya sangat umum terjadi. Para psikolog menyatakan bahwa diperkirakan 10-20% remaja di dunia mengalami permasalahan mental illness atau gangguan mental. Untungnya, kebanyakan remaja yang mengidap mental illness sudah berhasil diobati. Namun, tak sedikit pula yang kurang terdiagnosis atau tidak terobati dengan baik. Walaupun sudah banyak fasilitas kesehatan yang bisa didatangi dan ahli seperti psikolog yang dapat dimintai bantuan tentang masalah ini, tidak banyak remaja dengan gangguan mental yang berani untuk mengkonsultasikan permasalahan mereka kepada profesional.
Berdasarkan data I-NAMHS (2022), Siswanto memaparkan, hanya 2,6% dari remaja yang memiliki masalah kesehatan mental menggunakan fasilitas kesehatan mental atau konseling untuk membantu mereka mengatasi masalah emosi dan perilaku mereka dalam 12 bulan terakhir. Angka ini tentunya sangat jauh lebih kecil dibanding jumlah remaja yang sebenarnya membutuhkan bantuan akan masalah mental.