BELITONGEKSPRES.CO.ID - Wakil Ketua DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) Beliadi angkat bicara menyikapi polemik kebun plasma sawit PT Foresta PT Foresta Dwi Karya.
Masyarakat Kecamatan Membalong, Kabupaten Belitung menyampaikan tuntutan 20 persen kebun plasma yang sampai saat ini belum direalisasikan PT Foresta Dwi Karya.
Beliadi sejak sejak 6 bulan lalu bahkan sudah mewanti-wanti bahwa sekitar 90 persen perkebunan kelapa sawit di Bangka Belitung yang diduga melanggar.
Perusahaam perkebunan kelapa sawit di Bangka Belitung diduga melanggar Peraturan Daerah (Perda) dan Peraturan Menteri (Permen) Tentang Perkebunan.
Pelanggaran diantaranya kebun plasma yang wajib 20 persen rata-rata belum terpenuhi. Kemudian jarak tanam antara jalan nasional, provinsi, kabupaten juga ikut dilanggar oleh pihak perusahaan kelapa sawit.
BACA JUGA:Kunjungi Pertamina, Beliadi Bahas Kelangkaan dan Tingginya Harga LPG 3 Kg di Pulau Belitung
Beliadi merinci, jarak tanam dengan jalan kabupaten itu seharusnya 50 meter, namun tidak diperhatikan jarak tanam kebun kelapa sawit hingga terlau dekat pinggir jalan.
Sedangkan dalam aturannya jarak dengan jalan provinsi seharusnya 250 meter, lalu jarak tanam dari jalan nasional sekitar 500 meter.
"Tapi kita lihat di Air Ruak itu mepet jalan, Kembiri juga, ada juga di Simpang Tiga Beltim itu juga mepet jalan, juga jalan provinsi di Dendang, Semalar juga ada mepet jalan tanam sawit," jelas Beliadi kepada Belitong Ekspres, Rabu (26/7/2023).
Tak hanya itu, terkait adanya perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU), tapi kewajibannya menyusul 3 tahun kemudian, maka Beliadi menduga ada kelalaian pihak perusahaan.
BACA JUGA:Pimpin Rapat Banmus, Beliadi Bahas Masalah Aktual Yang Terjadi di Masyarakat Bangka Belitung
"Saya sinyalir, saya menduga ada main mata dengan perusahaan perkebunan. Sebab perpanjangan HGU sudah diberikan, kewajiban perusahaan menyusul 3 tahun lagi, itu aneh," tegasnya.
Oleh karena itu, Beliadi sudah melakukan koordinasi dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) pusat. Lalu jawaban mereka, jika berkas sudah sampai ke pusat, berarti berkas dari kabupaten dan provinsi sudah selesai dalam proses perpanjangan HGU tersebut.
"Nah, ini yang tidak cocok, kenapa selalu menganak emaskan pengusaha perkebunan kelapa sawit sehingga merampas hak masyarakat," sebut politisi Partai Gerindra itu.
Menurut Beliadi, adanya polemik di PT Foresta dengan masyarakat Membalong itu menjadi titik tolak bahwa perusahaan di Babel wajib memberikan plasma sebanyak 20 persen.