BELITONGEKSPRES.CO.ID - Saat ini, rencana penggunaan hak angket DPR yang dimotori oleh PDIP atas hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 masih menjadi topik hangat.
Kubu Capres 03 Ganjar-Mahfud yang didukung oleh Capres 01 Anies-Muhaimin bahkan terus merapatkan barisan untuk menuntut pengakuan atas hasil Pilpres 2024.
Namun, angket yang bertujuan membatalkan pasangan Capres 02 Prabowo - Gibran sebagai pemenang Pilpres diketahui tidak akan berhasil. Hal ini diungkapkan oleh Pakar Hukum Tata Negara, Prof Yusril Ihza Mahendra.
Yusril menjelaskan bahwa hak angket merupakan hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap satu dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh pemerintah.
BACA JUGA:Hasil Pilpres 2024, 9 Lembaga Survei Sepakat Tanpa Kecurangan
Namun, pemerintah bisa saja menolak penyelidikan tersebut dengan alasan pelaksanaan Pemilu dilakukan oleh KPU yang merupakan lembaga negara mandiri dan independen, sebagaimana yang diatur oleh Undang-undang Dasar 1945.
Namun demikian, DPR dapat melakukan investigasi apabila terdapat dugaan tindakan korupsi, gratifikasi, atau pidana lain oleh presiden atau aparat pemerintah terkait.
Selain itu, DPR juga dapat mengevaluasi kinerja pemerintah sebagai penyelenggara negara.
Meskipun dianggap tidak akan berhasil, Yusril memperingatkan bahwa DPR memiliki hak untuk melakukan penyelidikan terhadap dugaan pelanggaran dan menyangkut dugaan cawe-cawe yang dilakukan oleh presiden.
Jika terbukti adanya pelanggaran yang cukup alasan, maka hak angket dapat memberikan rekomendasi kepada aparat penegak hukum untuk mengambil tindakan yang diperlukan.
BACA JUGA:Pemungutan Suara Ulang Pilpres 2024 di Belitung: Prabowo-Gibran Unggul Jauh
Tentunya, banyak yang mempertanyakan apakah hasil angket akan dapat menggugurkan hasil Pilpres. Yusril menjelaskan bahwa pemilihan umum merupakan aturan negara demokratis dan diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi.
Namun, jika terdapat pihak yang terbukti melakukan perbuatan pelanggaran seperti cawe-cawe dalam Pilpres, maka pelakunya dapat dipidana.
Dalam kasus yang sama, Yusril mencontohkan ada polisi atau tentara atau orang sipil yang melakukan cawe-cawe memalsukan data pada komputer KPU sehingga kandidat tertentu menang.
Perbuatan tersebut dapat dipidana sesuai dengan ketentuan undang-undang, namun tidak akan menggugurkan hasil Pemilu apabila hasilnya telah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi. (*)