BACA JUGA:Siap-siap, Bawaslu Belitung Rekrut 547 Pengawas TPS Pemilu 2024
Bawaslu Terima 1.271 Laporan
Bawaslu RI mengumumkan bahwa pihaknya telah menerima 1.271 laporan dan 650 temuan dugaan pelanggaran pidana pada pemilu 2024. Hal itu diungkapkan oleh Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja, pada sebuah konferensi pers di Media Center Bawaslu RI, selasa, 27 Februari 2024.
Data pelanggaran pidana tersebut terkumpul hingga 26 Februari 2024 dan mencakup berbagai macam kasus, mulai dari pelanggaran administrasi sampai dengan pelanggaran hukum lainnya.
Bagja menjelaskan bahwa laporan dan temuan tersebut dibagi menjadi pelanggaran dugaan administrasi, dugaan tindak pidana pemilu, dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu dan juga dugaan pelanggaran hukum lainnya.
Selanjutnya, Bagja mengungkapkan bahwa dari laporan tersebut, 482 laporan dan 541 temuan telah diregistrasi, sedangkan 104 temuan lainnya masih belum teregistrasi.
BACA JUGA:Bawaslu Belitung Bakal Kaji Alat Peraga Kampanye yang Bertebaran Secara Hukum
Terkait penanganan pelanggaran, pihak Bawaslu sudah menangani 479 pelanggaran, terdiri dari 324 bukan pelanggaran, 69 pelanggaran administrasi, 39 pelanggaran dugaan tindak pidana pemilu dan 125 pelanggaran hukum lainnya.
Anggota Bawaslu RI, Herwyn JH Malonda, juga menyebutkan beberapa jenis pelanggaran yang sering ditemukan atau dilaporkan, antara lain: pelanggaran administrasi yang terjadi di luar masa kampanye, seperti saat masa verifikasi faktual bersama partai politik, media sosial, dan kode etik yang juga ditangani oleh pihak Bawaslu dan KPU Kabupaten/Kota.
Selain itu, terdapat juga pelanggaran pidana Pemilu terkait politik uang dan pemalsuan dokumen, yang di mana beberapa di antaranya sudah ditangani oleh pihak Bawaslu, bahkan kepolisian hingga kejaksaan.
Malonda menekankan bahwa tren pelanggaran pidana Pemilu sering terkait dengan Pasal 521, 523 tentang politik uang, Pasal 490, 491, 494, dan 493.
Dalam pemungutan suara, tren pelanggaran ditemukan pada politik uang, yang saat ini masih dalam penanganan jajaran pihak Bawaslu atau Kepolisian dan Kejaksaan.
Selain itu, terdapat pelanggaran netralitas ASN yang terkait dengan Kepala Daerah. Meskipun daerahnya tidak dijelaskan, namun Malonda mengatakan bahwa Bawaslu telah menindaklanjuti sesuai ketentuan Pasal 283 ayat 1 tahun 2017, yang menunjukkan bahwa kebanyakan kepala daerah melanggar ketentuan tersebut.
Bawaslu juga menemukan dugaan keterlibatan staf lembaga desa dalam hal pendamping dan pihaknya telah meneruskan kasus pelanggaran tersebut kepada instansi terkait untuk pengambilan tindakan pidana. (*)