3. Analisis Fundamental dan Teknikal
Sebelum memutuskan untuk membeli, analisis saham secara fundamental dan teknikal sangat dianjurkan. Analisis fundamental menilai kondisi keuangan perusahaan, seperti laporan laba rugi, neraca, hingga prospek pertumbuhan.
Graham dan Dodd (2017) menyebut perusahaan dengan fundamental kuat cenderung lebih stabil. Sementara itu, analisis teknikal fokus pada pergerakan harga dan pola grafik untuk membaca tren pasar.
4. Diversifikasi Portofolio
Diversifikasi investasi adalah strategi klasik yang terbukti efektif. Markowitz (1952) dalam Portfolio Selection menjelaskan bahwa membagi aset ke berbagai sektor dapat meningkatkan rasio imbal hasil terhadap risiko.
BACA JUGA:Ribuan Warga Belitung Jadi Korban Investasi RisetCar, Kerugian Diduga Capai Miliaran Rupiah
BACA JUGA:Oknum Guru di Belitung Tolak Kembalikan Uang Korban Investasi RisetCar, Ini Alasannya
Meski diversifikasi tidak menjamin keuntungan, strategi ini mampu meminimalisasi kerugian jika satu saham merosot tajam.
5. Memahami Profil Risiko Investor
Setiap orang memiliki toleransi risiko berbeda. Ada yang konservatif, moderat, hingga agresif. Barberis (2019) menekankan bahwa mengenali profil risiko pribadi membantu investor menentukan pilihan instrumen investasi yang sesuai.
Usia, kondisi finansial, dan kebutuhan likuiditas menjadi faktor penting dalam menentukan profil ini.
6. Mengikuti Perkembangan Ekonomi dan Pasar
Harga saham sangat dipengaruhi kondisi makroekonomi seperti inflasi, suku bunga, hingga kebijakan pemerintah. Merton (1987) menemukan bahwa investor yang rutin mengikuti berita ekonomi lebih mampu mengelola portofolionya dengan baik.
BACA JUGA:Tips Memilih Aplikasi Investasi Terbaik untuk Pemula: Panduan Lengkap Memulai di 2025
BACA JUGA:Tambah Cuan Lagi! 5 Aplikasi Investasi Penghasil Uang Terbaik Lainnya di 2025
Informasi global, perubahan regulasi, atau isu politik juga wajib diikuti agar keputusan jual-beli saham lebih tepat.