Kronologi Kades Keciput Terjerat Kasus Dugaan Pemalsuan Surat dan Penipuan, Jual Lahan Rp2,1 Miliar
Kades Keciput Perucha Pratiwi alias Ocha kini jadi tahanan Polres Belitung dan dititipkan di Lapas Kelas IIB Tanjungpandan-Istimewa-
Ia juga sempat menawarkan beberapa lahan lain sebagai pengganti, termasuk sebidang tanah di dekat Hotel Santika, Belitung, seluas 1.500 meter persegi dengan harga Rp 1,6 miliar.
Korban sempat menyetujui rencana tersebut dengan syarat legalitas lahan segera diurus. Namun, hingga kini tidak ada kejelasan. Perucha mengaku telah membayar Rp 500 juta kepada pemilik lahan, tetapi tidak dapat menunjukkan bukti transfer apa pun.
BACA JUGA:Main Game Ini Bisa Dapat Saldo DANA Rp200 Ribu? Banyak yang Sudah Buktiin!
Akibat perbuatan tersebut, korban Golfi Sianturi mengalami kerugian sebesar Rp 1,45 miliar dan akhirnya melaporkan kasus ini ke Polres Belitung melalui kuasa hukumnya.
Penangkapan dan Penahanan
Berdasarkan Surat Perintah Penangkapan Nomor SP.Kap/91/XI/RES.1.9./2025/Satreskrim/Polres Belitung/Polda Kepualauan Babel tertanggal 12 November 2025.
Kasatreskrim Polres Belitung AKP I Made Yudha Suwikarma memerintahkan tim yang dipimpin Aiptu Romansyah Adam, dibantu Brigpol Saddiya Rama Janna dan Brigpol Tadzkiya Amany Pertiwi, untuk melakukan penangkapan terhadap tersangka.
Perucha Pratiwi alias Ocha ditangkap sekitar pukul 16.00 WIB di rumahnya di Jalan Tanjung Kelayang RT 06 RW 02, Desa Keciput, Kecamatan Sijuk. Ia kemudian dibawa ke kantor Satreskrim Polres Belitung untuk pemeriksaan intensif.
BACA JUGA:Tabel KUR BRI November 2025, Berikut Cicilan Pinjaman Mulai Rp1 Juta hingga Rp50 Juta
“Benar, tersangka (Kades Keciput) sudah kami amankan dan saat ini dititipkan di Lapas Kelas IIB Tanjungpandan,” ujar AKP I Made Yudha Suwikarma kepada Belitong Ekspres, Kamis (13/11/2025).
Atas perbuatannya, tersangka dijerat dengan Pasal 263 KUHP tentang Pemalsuan Surat, Pasal 378 KUHP tentang Penipuan, dan Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
Jika terbukti bersalah, Kades Keciput ini terancam hukuman pidana penjara maksimal enam tahun atau lebih, tergantung hasil pembuktian di pengadilan.
Kasus ini menjadi tamparan keras bagi aparatur pemerintahan desa, terutama dalam menjaga integritas dan transparansi dalam pengelolaan aset dan administrasi tanah.***
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber: