Dipraperadilankan Dokter Cahyo, Kejari Beltim Keok
belitongekspres.co.id, TANJUNGPANDAN - Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Tanjungpandan mengabulkan permohonan gugatan praperadilan dr Cahyo Purnomo (CP). Putusan praperadilan itu dibacakan Hakim Ketua Anak Agung Niko Brahmana Putra di PN Tanjungpandan, Rabu (1/9). Sidang praperadilan tersebut telah berjalan selama 7 hari. Mulai dari pembacaan permohonan gugatan praperadilan dari pemohon (dr Cahyo) melalui tim penasihat hukumnya Yusril Ihza Mahendra. Kemudian, dilanjutkan tanggapan (eksepsi) dari termohon (Kejaksaan Negeri Beltim), replik, duplik, pemeriksaan keterangan saksi ahli dari kedua pihak. Setelah itu kesimpulan dan putusan. Sebelumnya, dalam kasus ini Cahyo Purnomo (CP) dan wanita bernama Yati (YT) ditetapkan sebagai tersangka kegiatan Rehab Gedung Bedah Sentral UPT RSUD Kabupten Beltim Tahun Anggaran 2018. CP merupakan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sedangkan YT merupakan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Keduanya dijerat Pasal 2 Ayat (1), Subsider Pasal 3 Ayat 1 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP. Tidak terima ditetapkan sebagai tersangka, dr Cahyo melalui penasihat hukumnya mempraperadilankan Kejari Beltim. Dalam kasus ini Kejari Beltim digugat lantaran dalam penetapan tersangka tidak dilengkapi dengan SPDP. Selain itu, penetapan tersangka yang dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Beltim dinilai cacat hukum. Sebab, tidak dilengkapi dua alat bukti yang cukup sebagai mana yang diatur dalam kitab undang-undang hukum acara pidana (KUHAP). Menanggapi permohonan dari pemohon, Kasi Pidsus Kejari Beltim Andi Sahputra mengatakan, mengenai masalah SPDP tidak dapat digugat di praperadilan. Pasalnya, itu bukan lingkup pengadilan. Lalu mengenai masalah dua alat bukti, menurut Andi hal tersebut juga tidak masuk dalam materi praperadilan. Karena masalah pembuktian masuk dalam materi persidangan di Pengadilan Tipikor. Putusan hakim pada pokoknya menyebut penetapan tersangka harus dilengkapi dengan SPDP. Jika tidak ada SPDP penetapan tersangka dianggap tidak sah. Lantas, mengenai dua alat bukti, penetapan tersangka kasus korupsi harus ada kerugian negara yang telah dihitung oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI). Sedangkan dalam kasus ini, penyidik mengajukan permohonan kerugian negara kepada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Bangka Belitung (Babel). Oleh karena itu, Majelis Hakim PN Tanjungpandan menyatakan mengabulkan permohonan dari pemohon. Serta menyatakan tidak sah penetapan tersangka yang dilakukan oleh Kejari Beltim terhadap dr Cahyo Purnomo. Selanjutnya memerintahkan untuk membatalkan dan mencabut penetapan tersangka terhadap dr Cahyo Purnomo dan memulihkan kembali kemerdekaan pemohon. Lalu membebankan biaya perkara kepada negara sebesar Rp 0. Menangapi hal tersebut, Kasi Pidsus Kejari Beltim Andi Sahputra mengatakan, pihaknya menghormati putusan dari PN Tanjungpandan. "Setelah ini kita akan laporkan kepada pimpinan. Setelah itu, kita akan menunggu arahan dari pimpinan," kata Andi kepada wartawan usai sidang. Sementara itu, Penasihat Hukum Dokter Cahyo Purnomo dari Kantor Izha & Izha Law Firm, Cahya Wiguna (Gugun) mengaku bersyukur dengan putusan tersebut. "Majelis hakim sudah adil dalam perkara Prapradilan ini. Selanjutnya kita masih menggelar zoom dengan tim untuk membahas masalah ini," ucap Gugun. (kin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: