Pemprov Babel Wanti-wanti Pegawai Soal Pelecehan Seksual

Pemprov Babel Wanti-wanti Pegawai Soal Pelecehan Seksual

BELITONGEKSPRES.CO.ID, PANGKALPINANG - Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Pemprov Babel) mewanti-wanti setiap pegawainya tentang tindakan pelecehan seksual. Bahkan peringatan ini sangat tegas dengan dikeluarkannya surat edaran Nomor 463/ 0777/DP3ACSKB/2021 tentang pencegahan dan penanganan tindakan pelecehan seksual di lingkungan kerja. Dalam rangka melakukan upaya pencegahan dan penanganan tindakan pelecehan seksual di lingkungan kerja, Gubernur Babel Erzaldi Rosman mengeluarkan surat edaran. SE yang ditandatangani pada 21 Oktober 2021 itu meminta setiap kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) atau Unit Kerja pada Perangkat Daerah agar melakukan upaya pencegahan terhadap bentuk tindakan pelecehan seksual. Pimpinan OPD juga diminta untuk memberikan keteladanan dan mendorong setiap pegawai di lingkungan kerja untuk membangun komitmen dalam upaya pencegahan terhadap tindakan pelecehan seksual. "Mewajibkan seluruh pegawai di lingkungan kerja untuk membangun, memelihara suasana kerja yang aman dari tindakan pelecehan seksual, dengan memakai pakaian yang sopan dan pantas sesuai aturan dan melakukan internalisasi dan sosialisasi di lingkungan kerja mengenai tindakan pelecehan seksual dan upaya pencegahan terjadinya pelecehan seksual di lingkungan kerja," tulis dalam SE tersebut. Dalam SE itu juga diterangkan hal-hal bentuk tindakan dan pelecehan seksual yang dapat terjadi di lingkungan kerja, antara lain pelecehan fisik, termasuk sentuhan yang tidak diinginkan yang mengarah kepada perbuatan asusila, seksual seperti mencium, menepuk, mencubit, melirik atau menatap penuh nafsu. Pelecehan lisan, termasuk ucapan verbal/komentar yang tidak diinginkan tentang kehidupan pribadi atau bagian tubuh atau penampilan seseorang, lelucon dan komentar bernada seksual. Pelecehan isyarat, termasuk bahasa tubuh dan atau gerakan tubuh bernada seksual, kerlingan yang dilakukan berulang-ulang, isyarat dengan jari dan bibir. Pelecehan tertulis atau gambar, termasuk menampilkan bahan pornografi, gambar, screen saker atau poster seksual atau pelecehan lewat email, media sosial, Whatsapp dan moda komunikasi elektronik lainnya. Kemudian, pelecehan psikologis/emosional, termasuk permintaan atau ajakan yang disampaikan secara terus menerus dan /atau tidak diinginkan, ajakan kencan yang tidak diharapkan, penghinaan atau celaan yang bersifat seksual, dan atau bentuk perbuatan pemaksaan seksual lainnya yang mengakibatkan rasa tidak nyaman, tersinggung, takut, terinti midasi, merasa direndahkan martabatnya dan menyebabkan masalah keselamatan, baik secara fisik maupun mental. Berkenaan dengan penanganan tindakan pelecehan seksual, berlaku ketentuan sebagai berikut, pelapor (baik korban atau pun saksi) dapat menyampaikan aduan laporan tindakan pelecehan seksual yang dilakukan oleh terlapor (pegawai atau setiap orang yang memiliki hubungan kerja di lingkungan kerja Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung) melalui Unit Pelayanan Terpadu Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA). Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Kependudukan, Pencatatan Sipil dan Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana bersama dengan UPTD PPA memberikan assesment awal terhadap aduan / laporan, perlindungan dan pendampingan terhadap pelapor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Badan Kepegawaian Daerah melakukan pemeriksaan terhadap terlapor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Setiap pelapor mendapatkan hak berupa penerimaan informasi atas seluruh proses penanganan perlindungan atas rasa aman, kerahasiaan identitas, laporan balik, pemberitaan yang berlebihan dan segala bentuk ancaman dan tindakan pembalasan dari pihak lain, pelayanan psikologis, konseling dan pendampingan diproses secara hukum yang diberikan oleh UPTD PPA meliputi pelayanan rumah aman (shelter), pelayanan kesehatan bagi korban dan medikolegal yang diberikan oleh fasilitas layanan kesehatan dan lelayanan lainnya sesuai dengan kebutuhan khusus korban berdasarkan pertimbangan / rekomendasi dari pihak yang berwenang. Setiap terlapor mendapatkan hak berupa, penerimaan informasi atas seluruh proses penanganan, kerahasiaan identitas, proses penanganan yang adil, dan kesempatan menyampaikan jawaban dan menyerahkan bukti pendukung. Namun, setiap pelaporan palsu (maliciousreporl) yang disengaja dan bertujuan jahat dapat berdampak pada adanya penetapan tindakan disipliner. (jua)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: