Penggalian WBTB Disbudpar Beltim Terus Dimaksimalkan

Penggalian WBTB Disbudpar Beltim Terus Dimaksimalkan

BELITONGEKSPRES.CO.ID, MANGGAR - Penggalian dan pencarian Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Belitung Timur (Beltim) terus dimaksimalkan. Hal ini sejalan dengan program prioritas daerah yang sudah dimulai sejak tahun 2013 silam. Sampai saat sekarang ini, ada sebanyak 17 BWTB telah didaftarkan sebagai WBTB dari Beltim. Ada yang berupa makanan dan ada pula yang berupa kesenian. "Fokus kami sebenarnya ada untuk WBTB adalah prioritas dari daerah. Dari 2016 kita usulkan, kita lakukan kajian, pendokumentasian termasuk juga pembinaan juga didalamnya," ungkap Kepala Disbudpar Kabupaten Beltim, Evi Nardi, Selasa (22/2). Dijelaskan Evi, tujuan inventarisasi WBTB adalah upaya melakukan langkah pelindungan sebagaimana Undang-Undang nomor 5 tahun 2017 tentang Kebudayaan. Walau kenyataannya program WBTB sudah lama sejak 2003 yakni kesepakatan konvensi Unesco tentan budaya tak benda. Menurutnya, banyak WBTB yang sudah tidak lagi dijumpai di masyarakat modern saat ini. Bahkan tidak lagi diketahui atau dikenali sebagai warisan budaya di masa lalu. Diharapkan dengan memaksimalkan penggalian WBTB di Kabupaten Belitung Timur akan dapat diusulkan dan terlindungi secara hukum. "Kalaupun punah kita punya backup sehingga dapat kita rekonstruksi," ujar Evi. Pelestarian WBTB juga bertujuan untuk mengembangkan budaya tersebut dengan cara melakukan riset dan kegiatan lanjutan sehingga keberadannya dapat diterima dan semakin diterima oleh masyarakat. "Kita coba manfaatkan (WBTB). Conrohhya sekarang Alhamdulillah seperti Sepen Buding sudah menjadi muatan lokal di sekolah. Penyurong (penganan dari singkong) menjadi sajian di tempat wisata Tebat Rasau," jelas Evi. Ia menambahkan, WBTB yang sudah dicatatkan sebagai warisan juga perlu pembinaan secara reguler. Sehingga eksistensi keberadaan di masyarakat tetap memberikan manfaat bagi ekonomi masyarakat. "Kebudayaan tanpa memberikan manfaat ekonomi ya tentunya orang-orang tidak akan tertarik. Kita coba agar kebudayaan memberikan dukungan ekonomi meski tidak secara utuh tapi dapat membantu mereka sehingga dapat berkarya dan mewariskan," terang Evi. Saat ini, Disbudpar memiliki dokumen induk yang disebut PPKD (Pokok Pikiran Kebudayan Daerah). Adapun programnya di susun pertahun dalam rangka pemajuan. "Ada beberapa yang sulit dikembangkan seperti Antu Bubu karena agak ekslusif karena pewarisannya harus dari keturunan dukun yang memahami itu," tukasnya. (msi)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: