BELITONGEKSPRES.CO.ID, GANTUNG - Rumah Literasi Mangrove segera hadir di wilayah Kabupaten Belitung Timur (Beltim). Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BGRM) Pusat memilih Beltim sebagai rumah literasi mangrove bukan tanpa alasan. Ada momen yang cukup mendunia dari Beltim yakni setelah munculnya film Laskar Pelangi. Selain itu, Beltim juga merupakan salah satu wilayah rehabilitasi mangrove. Dari sanalah kemudian muncul ide untuk membangun rumah literasi mangrove. Rencana itu disampaikan Kepala Pokja Edukasi dan Sosialisasi BRGM RI, Utama saat memberikan pelatihan Ekoliterasi Mangrove Tenaga Pendidik kepada guru-guru MTs Muhammadiyah Gantung, Senin (30/5) kemarin. Pelatihan dari BGRM Pusat melalui Pokja Edukasi dan Sosialisasi ini, terlaksana atas kerjasama dengan Majelis Lingkungan Hidup PP Muhammadiyah Pusat yang juga menjalankan fungsi serupa. "Kerusakan mangrove tentu saja di Belitung sudah cukup mulai terdengar, oleh karena itu bagaimana kita bangun rumah literasi terkait untuk melindungi lingkungan mangrove kita yang ada di Belitung," Dr Suwigya. Menurut Dr Suwigy, BRGM sebagai instansi pemerintah yang berdasarkan Perpres bekerja terkait dengan percepatan restorasi gambut dan percepatan rehabilitasi mangrove. Dalam rehabilitasi mangrove itu, di BRGM ada fungsi edukasi sosialisasi partisipasi dan kemitraan. "Kami sejak dulu masih BRG, sudah bekerjasama dengan majelis LH Muhammadiyah terkait dengan ada peningkatan kapasitas petani gambut untuk dilatih agar bertaninya ramah lingkungan," ungkapnya. Tak hanya sampai di situ, BRGM juga telah menggunakan aspek pendekatan moral keagamaan dengan Majelis Lingkungan Hidup PP Muhammadiyah juga melakukan pelatihan mubaligh dan mubalighah peduli lindungi lingkungan. "Setelah era itu, kami melanjutkan ini (pelatihan edukasi mangrove). Setelah ada tugas mangrove, kami juga bersama muhammadiyah salah satunya melalui rumah literasi mangrove. Intinya aspek edukasi dikalangan anak-anak," tandasnya. Sementara itu, Sekretaris Majelis Lingkungan Hidup PP Muhammadiyah, Gatot Supangkat menyatakan permasalahan lingkungan bukan hanya permasalahan teknis teknologis. Jika selama ini orang selalu berfikir lingkungan hanya disandingkan dengan teknologi, namun akar permasalahan dari lingkungan adalah tentang perilaku. "Perilaku ini merupakan manifestasi dari cara pandang seseorang. Ketika cara pandang terhadap lingkungan baik maka perilakunya terhadap lingkungan juga akan baik. Tapi ketika jelek maka juga akan jelek," ujar Gatot kepada Belitong Ekspres. Menurut Gatot, untuk memastikan cara pandang lingkungan yang baik maka perlu mengubah cara pandang atau mindset seseorang yakni melalui edukasi. Hal ini selaras dengan program Muhammadiyah dengan menerapkan 3 cara pendekatan yaitu sosialisasi, edukasi dan advokasi. "Kami bekerjasama dengan BRGM yang kebetulan mereka juga punya tugas amanah untuk melakukan restorasi dan rehabilitasi. Karena memang kerusakan mangrove yang cukup parah. Ada sekitar 3,5 juta luas lahan mangrove dan ini kira-kira sekitar 22,4 persen dari luas mangrove dunia. Artinya posisi Indonesia menarik dengan proposisi itu. Apalagi Indonesia negara kepulauan jadi pasti banyak pantai," jelas Gatot. Kerusakan mangrove, sebut Gatot, berpotensi ancaman bencana dan lainnya. Karenanya perlu memberikan pemahaman kepada semua pihak, baik pemerintah, dunia usaha dan masyarakat agar ada kebijakan yang menguntungkan. "Ketika kemudian tidak tepat dalam mengambil kebijakan maka bisa menjadi awal bencana. Melalui pendidikan lingkungan ini spesifiknya nanti mangrove, khususnya ditanamkan kepada anak didik agar lebih dini sehingga nantinya tidak hanya menjadi pengetahuan, tetapi harapannya psikomotorik dan lebih penting lagi afektifnya," jelas Gatot. Gatot berharap melalui edukasi mangrove, kedepan anak didik yang berkesempatan mengemban amanah jabatan akan paham. (msi)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: