Wujudkan KLA, Sekolah Ramah Anak Diperlukan
MANGGAR - Guna mewujudkan Kabupaten Layak Anak (KLA), diperlukan sinergitas antar Organisasi Perangkat Daerah (OPD) sesuai tupoksi. Di Dinas Sosial, Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DSPMD) Beltim misalnya, mendorong pihak sekolah mewujudkan sekolah ramah anak.
"Untuk itulah, hari ini melalui bidang Pemberdayaan, kami mengadakan sosialisasi sekolah ramah anak dalam rangka perwujudan Kabupaten Layak Anak di Belitung Timur," ujar Kepala DSPMD Beltim, Ida Lismawati, seusai membuka sosialisasi di Ruang Satu Hati Bangun Negeri, Kamis (8/7).
Menurut Ida, sekolah lebih banyak bersentuhan langsung dengan anak-anak. Sehingga mewujudkan lingkungan sekolah yang ramah anak menjadi penting dalam memberikan rasa nyaman dan aman bagi anak.
"Saya sampaikan bahwa ini tanggungjawab kita bersama. Kenapa sekolah, karena sekolah lebih bersentuhan langsung dengan anak-anak. Bagaimanapun anak punya hak bermain dan secara harfiah (memang) masa bermain," jelas Ida.
Salah satu bentuk sekolah ramah anak adalah bersikap ramah pada setiap anak ketika datang, berinteraksi maupun pulang sekolah. Anak lebih banyak menerima edukasi kegiatan-kegiatan yang menyenangkan dan melibatkan mereka secara bersama-sama.
"Jadi bagaimana kemudian tidak jadi diktator bagi anak, ketika mereka bersekolah tidak takut dan dilibatkan dalam berbagai program. Jadi konsepnya mereka terlibat di kegiatan sekolah," sebutnya.
Ida mengakui, mewujudkan sekolah layak anak bukan persoalan mudah. Namun suka tidak suka, sekolah layak anak harus dipenuhi sekolah agar percepatan KLA terpenuhi.
"Ini (sekolah layak anak) adalah untuk percepatan KLA, ada beberapa konsekuensi yang harus dipenuhi oleh setiap sekolah untuk mendukung. Baik secara administrasi, partisipasi, dokumentasi dan sebagainya. Sejauh mana sekolah mendukung sekolah ramah anak yang salah satunya indikator percepatan Kabupaten layak anak," urainya.
Dijelaskan Ida, sekolah dapat dikatakan layak anak jika memenuhi standar yang disepakati dan ditetapkan bersama. Namun untuk mencapai standar dimaksud, memang tidak mudah dan berproses.
"Di daerah lain masih dua atau tiga persen untuk sekolah ramah anak. Secara bertahap karena memang tidak mudah. Karena sarana prasarana (sekolah) saja sudah menjadi beban dan konsekuensi bagi daerah di saat pandemi," ulasnya.
"Kita ingin perhatian dalam menekan banyaknya kasus-kasus kekerasan terhadap anak. Dengan senyum saja, mereka sudah bisa menyenangkan hati anak ketika mereka datang dan salam ke guru," pungkas Ida. (msi)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: