Kejagung Tahan Tersangka ke 11 Kasus Korupsi Timah di Babel, Kerugian Capai Rp271 Triliun
Kejagung menetapkan Rosalina sebagai tersangka ke-11 dalam kasus korupsi timah di Babel-ist-
BELITONGEKSPRES.CO.ID, JAKARTA - Jumlah tersangka dalam kasus korupsi tata niaga timah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) kini bertambah menjadi 11 orang.
Tersangka ke 11 dugaan korupsi timah yang ditetapkan oleh Tim Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) adalah Rosalina (RL), General Manager PT Tinindo Internusa.
Pengumuman mengenai penetapan RL sebagai tersangka ke-11 disampaikan oleh Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Kuntadi, pada Senin sore, 19 Februari 2024.
Kuntadi menyatakan bahwa penetapan RL sebagai tersangka didasarkan pada pemeriksaan yang intensif serta pengumpulan bukti yang cukup atau memadai.
BACA JUGA:Tersangka Kasus Korupsi Timah di Babel Terus Bertambah, Kini Sudah 10 Orang
BACA JUGA:Sudah 8 Orang jadi Tersangka Kasus Korupsi Timah di Babel, Kemungkinan Bakal Bertambah Lagi
"Berdasarkan bukti yang kami miliki, kami yakin untuk menetapkan RL sebagai tersangka," ujar Kuntadi dalam keterangan persnya.
Penetapan ini terkait dengan dugaan kasus korupsi dalam pengelolaan tata niaga timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk periode tahun 2015 hingga 2022.
RL diduga terlibat dalam penandatanganan kontrak kerja sama ilegal bersama Mochtar Riza Pahlevi Tabrani (MRPT), Direktur Utama PT Timah (2016-2021), dan Emil Ermindra (EE), Direktur Keuangan PT Timah (2017-2018).
Hingga saat ini, penyidik telah mengumpulkan keterangan dari 130 saksi. RL dinaikkan statusnya dari saksi menjadi tersangka ke 11, termasuk kasus Obstruction of Justice yang melibatkan Toni Tamsil (TT).
BACA JUGA:Inilah 5 Tersangka Baru Kasus Korupsi Timah Babel yang Ditahan Kejagung, Begini 'Permainan' Mereka
Tersangka RL juga diduga terlibat dalam pembentukan perusahaan-perusahaan boneka untuk memfasilitasi perdagangan bijih timah ilegal, di antaranya adalah CV SJP, CV BPR, dan CV SMS, yang semuanya berada di bawah kendali RL.
Profesor Bambang Hero Saharjo, ahli lingkungan dan akademisi dari Institut Pertanian Bogor, memperkirakan kerugian ekologis atau kerusakan lingkungan dari kasus ini mencapai Rp271 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: babel pos