Diberitakan sebelumnya, Aliansi Umat Islam Belitung (ANTAB) bersama Lembaga Adat Melayu Belitung (LAMBEL) dan juga Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Belitung tegas menentang rencana Oktober Fest atau 'Minum Beer sepuasnya' di Sunset Bar- BW Suite Hotel, pada Jum’at (7/10) mendatang.
BACA JUGA:Satu Tahun Merger, Pelindo Tanjungpandan Terus Optimalkan Layanan ke Pengguna Jasa
Keputusan tegas menentang Oktober Fest atau 'Minum Beer sepuasnya' di Sunset Bar- BW Suite Hotel Tanjungpandan, Kabupaten Belitung berdasarkan hasil keputusan rapat pada tanggal 28 September 2022.
Rapat dihadiri oleh ormas-ormas Islam yang tergabung dalam Aliansi Umat Islam Belitung (ANTAB), Lembaga Adat Melayu Belitung (LAMBEL) dan juga Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Belitung.
Berikut ini alasan mereka menentang acara Oktober Fest atau 'Minum Beer Sepuasnya':
Pertama, Oktober Fest atau Oktober Festival adalah sebuah perayaan atau pesta dengan minuman keras (bir) sebagai minuman utamanya, yang awalnya berasal dari Jerman, namun sekarang banyak dirayakan di banyak negara termasuk Indonesia.
BACA JUGA:Perdana, Kompetisi Atletik Pelajar Terbesar Indonesia 2022 Dimulai dari Lombok
Oleh karena itu, Oktober Fest adalah budaya yang berasal dari barat dan tentunya bertentangan dengan budaya masyarakat Belitung yang bercorak Melayu yang menjunjung tinggi syara’ yang berlandaskan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW.
Kedua, pada tanggal 7 Oktober 2022 bertepatan dengan peringatan hari besar Islam yaitu Maulid Nabi Muhammad SAW 1444 H, namun acara tersebut dilaksanakan pada waktu yang sama. Sudah seharusnya sebagai umat beragama dapat saling menjaga, menghargai dan menghormati keyakinan agama lain, terlebih jangan sampai Belitung yang sudah baik dan aman menjadi resah dan tidak kondusif.
Ketiga, Fatwa MUI No. 11 tahun 2009 tentang hukum alkohol “Memutuskan alkohol statusnya haram, meminum alkohol sedikit atau banyaknya hukumya haram demikian pula dengan kegiatan memproduksi, mengedarkan, memperdagangkan, membeli dan menikmati hasil/keutungan dari perdagangan minuman beralkohol”.
Keempat, Perpres No. 7 tahun 2013 tentang pengendalian dan pengawasan minuman beralkohol, dijelaskan dengan mempertimbangkan karakteristik daerah dan budaya lokal, bupati/walikota dan gubernur dapat menetapkan pembatasan minuman beralkohol Jo pasal 7 ayat 4.
BACA JUGA:Tuntutan Sopir Pelabuhan Tanjungpandan Dipenuhi, Kenaikan Tarif Angkutan Barang Disepakati
Kelima, Lembaga adat Melayu Belitung (LAMBEL) telah menetapkan bahwa pembangunan pariwisata Belitung harus berdasarkan kearifan lokal budaya masyarakat melayu Belitung bukan melegalkan pariwisata yang bernuansa maksiat.
Keenam, selain itu telah banyak sekali fakta yang menunjukkan bahwa minuman keras telah menjadi penyebab munculnya berbagai tindakan kemaksiatan dan pelanggaran hukum. Seperti perkelahian, pembunuhan, pemerkosaan, dan lain sebagainya. Ditambah lagi minuman keras dapat menyebabkan gangguan kesehatan serta menghancurkan masa depan bangsa.