JAKARTA, BELITONGEKSPRES.CO.ID - Tiga mantan Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Bangka Belitung (Babel) yang terlibat korupsi timah mulai menjalani sidang perdana.
Dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Rabu 31 Juli 2024, ketiga mantan Kepala Dinas ESDM Babel didakwa melakukan korupsi yang merugikan keuangan negara hingga Rp300 triliun.
Ketiganya terlibat dugaan kasus korupsi pengelolaan tata niaga timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk di Babel dari tahun 2015 hingga 2022.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ardito Muwardi membacakan surat dakwaan, mengungkapkan bahwa ketiga terdakwa terlibat dalam penyalahgunaan wewenang yang merugikan negara secara signifikan.
BACA JUGA:Isu Keberadaan Tersangka Korupsi Timah Hendry Lie di Singapura Mencuat, Ini Penjelasan Kejagung
BACA JUGA:Terdakwa Kasus Korupsi Proyek CSD dan WP PT Timah Menangis di Pengadilan, Terpukul Tuntutan 13 Tahun
Terdakwa adalah Suranto Wibowo, Kadis ESDM Babel periode 2015–2019, Amir Syahbana Kadis ESDM Babel periode 2021–2024 dan Rusbani alias Bani Plt Kadis ESDM Babel periode Maret-Desember 2019
Mereka didakwa atas tindak pidana korupsi karena mereka diduga memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi melalui penyalahgunaan wewenang. Tindakan terdakwa dianggap melanggar hukum dan mengakibatkan kerugian finansial yang signifikan bagi negara.
Menurut Ardito, para terdakwa didakwa berdasarkan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
JPU menjelaskan bahwa selama menjabat sebagai Kepala Dinas ESDM Babel pada periode 2015–2019, Suranto menyetujui Rencana Kerja Anggaran dan Biaya (RKAB) yang tidak akurat untuk lima smelter.
BACA JUGA:Pinjaman Pegadaian Bebas Bunga Hingga Rp 2,5 Juta untuk UMKM dan Mahasiswa, Begini Cara Pengajuan
BACA JUGA:15 Ide Bisnis Penghasil Uang di Musim Kemarau, Kamu Bisa Coba!
Kelima smelter tersebut adalah PT Refined Bangka Tin beserta afiliasinya, CV Venus Inti Perkasa beserta afiliasinya, PT Sariwiguna Binasentosa beserta afiliasinya, PT Stanindo Inti Perkasa beserta afiliasinya, dan PT Tinindo Internusa beserta afiliasinya.
RKAB seharusnya digunakan sebagai dasar untuk penambangan di wilayah IUP masing-masing perusahaan smelter dan afiliasinya. Namun, RKAB malah dipakai untuk melegitimasi pengambilan dan pengelolaan bijih timah dari penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah.
Suranto juga dianggap melanggar hukum karena tidak melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap lima perusahaan smelter dan afiliasinya, yang melanggar ketentuan RKAB yang disetujui untuk periode 2015–2019.