BELITONGEKSPRES.CO.ID - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menetapkan aturan terbaru yang harus diperhatikan oleh penagih utang pinjaman online (Pinjol) atau peer-to-peer (P2P) lending.
Aturan terbaru bagi penagih utang atau dept collector pada tahun 2024 ini, sejalan dengan peta jalan Lembaga Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPPBBTI).
Pihak OJK menerbitkan aturan terbaru tersebut yang bertujuan untuk melindungi daripada hak-hak nasabah Pinjol sekaligus mengatur perilaku penagih utang.
OJK kini mewajibkan setiap penyelenggara P2P lending untuk menjelaskan dengan rinci prosedur pengembalian dana pinjol kepada nasabah.
BACA JUGA:Daftar 81 Pinjol Ilegal hingga Juli 2024, Kenali Ciri-cirinya Biar Gak Terjebak!
BACA JUGA:Pinjol Legal Rp500 Ribu Langsung Cair 2024 Bisa Banget, Ini Pilihan yang Terdaftar di OJK
Hal ini penting agar nasabah pinjaman online tahu persis bagaimana prosesnya, sehingga tidak ada kebingungan di kemudian hari.
Selain itu, ada juga aturan ketat terkait etika dalam penagihan utang. Intimidasi, ancaman, atau perilaku negatif lainnya—termasuk yang berbau SARA—dilarang keras dalam proses penagihan.
Agusman, selaku Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan OJK, menegaskan bahwa penagih utang tidak boleh melakukan penagihan setelah pukul 20.00 waktu setempat.
Ini adalah bagian dari upaya untuk menjaga kenyamanan dan privasi nasabah. Yang menarik, tanggung jawab atas setiap tindakan penagih utang sepenuhnya ada di tangan penyelenggara Pinjol.
BACA JUGA:Daftar 537 Pinjol Ilegal Terbaru 2024, Cek di Sini
BACA JUGA:Daftar Pinjol Modal KTP Resmi OJK 2024: Ajukan Pinjaman Hingga 100 Juta dengan Mudah
Jadi, jika terjadi pelanggaran, penyelenggara yang akan dimintai pertanggungjawaban. Ini adalah langkah penting untuk memastikan jasa penagih utang beroperasi sesuai dengan aturan yang ada.
Aturan baru ini juga didukung oleh Undang-Undang No.4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sistem Perbankan (UU PPSK).
Pasal 306 dalam UU ini mengatur bahwa pelanggaran dalam proses penagihan, seperti memberikan informasi yang salah kepada nasabah, bisa dikenai hukuman penjara hingga 10 tahun dan denda yang sangat besar, mencapai Rp 250 miliar.