Berbanding Terbalik dengan Tuntutan JPU
Vonis bebas untuk Ryan Susanto alias Afung, bos muda timah asal Kecamatan Belinyu, Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babe) ino mencuri perhatian publik.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut hukuman berat terhadap Ryan, termasuk 16 tahun 6 bulan penjara, denda Rp750 juta subsider 3 bulan kurungan, serta kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp1,8 miliar dengan subsider 8 tahun 3 bulan penjara.
JPU menilai Ryan tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi dan tidak menunjukkan pengakuan atas perbuatannya selama persidangan. Meski demikian, terdakwa mendapatkan poin meringankan karena dinilai bersikap sopan di pengadilan dan masih berusia muda.
BACA JUGA:Pembangunan Smelter Alumina Rp37 Triliun di Belitung Dimulai Awal 2025, Serap Ribuan Tenaga Kerja
BACA JUGA:Hasil Duel Kamera iPhone 16 Vs Galaxy S24 Ultra, Siapa Juaranya?
Publik Pertanyakan Putusan
Putusan bebas ini menuai beragam respons. Sebagian publik mempertanyakan bagaimana dakwaan dan bukti yang diajukan JPU bisa tidak cukup kuat untuk menjatuhkan vonis bersalah. Apalagi, kasus ini melibatkan aktivitas tambang ilegal di kawasan hutan lindung, yang menjadi perhatian serius banyak pihak.
Di sisi lain, kasus ini kembali menyoroti lemahnya pengawasan terhadap aktivitas tambang ilegal yang sering terjadi di wilayah hutan lindung. Apakah vonis bebas ini akan mendorong JPU untuk mengajukan banding? Atau kasus ini berakhir di sini?
Publik tentu menantikan langkah berikut dari JPU dan pihak terkait. Satu hal yang jelas, keputusan ini akan menjadi bahan diskusi panjang terkait hukum, pengawasan tambang, dan keadilan di Indonesia.