PANGKALPINANG, BELITONGEKSPRES.CO.ID - Wakil Ketua DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel), Edi Nasapta, menyampaikan kritik tajam terhadap penetapan target pertumbuhan ekonomi daerah yang dinilainya terlalu longgar dan tidak memiliki dasar teknokratik yang jelas.
Pernyataan ini disampaikannya usai rapat pembahasan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) di Gedung DPRD Babel, Jumat 27 Juli 2025.
Dalam dokumen KUA-PPAS yang diajukan TAPD, target pertumbuhan ekonomi daerah ditetapkan dalam rentang 2,69 persen hingga 4,46 persen. Rentang yang menurut Edi Nasapta bukan hanya terlalu lebar, tetapi juga berpotensi menyesatkan arah pembangunan daerah.
“Target segamblang itu, 2,69 sampai 4,46 persen, terlalu longgar. Sulit dievaluasi, membingungkan publik, dan membuka ruang klaim keberhasilan semu,” ujar politisi NasDem tersebut.
BACA JUGA:LIVOBEL 2025 Dimulai, 58 Klub Voli Belitung Bertanding Tanpa Pemain Luar
BACA JUGA:Nikmati Sensasi Seafood Mongolian BBQ di Swiss-Belresort Belitung, Promo Spesial Malam Minggu
Menurut Edi Nasapta, target pertumbuhan ekonomi bukan sekadar angka, melainkan representasi dari arah kebijakan pembangunan yang konkret dan akuntabel.
Ia menegaskan, DPRD memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa setiap indikator dalam perencanaan dan penganggaran harus disusun berdasarkan data sektoral yang sahih dan realistis.
“Ini bukan sekadar catatan fiskal. Ini menyangkut kepercayaan publik terhadap proses pembangunan. Tidak bisa proyeksi disusun dengan angka mengambang tanpa landasan yang kuat,” tegasnya.
Edi pun mendesak TAPD yang terdiri dari Sekretaris Daerah, Kepala Bappeda, serta kepala OPD terkait, untuk segera menyampaikan proyeksi sektoral Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) secara terbuka.
BACA JUGA:Cegah Sengatan Mematikan, Damkar BPBD Belitung Evakuasi Sarang Tawon Vespa Dari Kebun Warga
BACA JUGA:Upaya Penyelundupan Timah Ilegal dari Belitung Kembali Terbongkar, Ini Barang Bukti dan Tersangkanya
Ia meminta agar per sektor, seperti pertambangan, perdagangan, industri, pertanian, dan pariwisata, dijabarkan secara rinci agar DPRD dan publik bisa memahami sumber pertumbuhan ekonomi yang realistis.
Ia menilai, di tengah harapan besar masyarakat akan perbaikan ekonomi, pemerintah daerah justru tidak boleh abai terhadap kualitas dokumen perencanaan. Angka-angka proyeksi makro seharusnya menjadi instrumen strategis, bukan sekadar formalitas.
“Kami mendesak agar rentang target itu dipersempit. Misalnya, maksimal selisih 0,4 sampai 0,5 poin persen. Itu akan menjadi indikator kinerja yang lebih masuk akal, terukur, dan bisa dipertanggungjawabkan,” lanjut Edi.