Di sebuah kafe kecil di Desa Gantung, jauh dari hiruk-pikuk galeri besar ibu kota, lahirlah pernyataan sederhana namun kuat: seni bisa tumbuh dari mana saja, dan siapa pun bisa menjadi bagiannya.
Jaliansyah yang kariba disapa Juju telah membuktikan, bahwa setelah tiga dekade diam, seni tetap setia menunggu. Ia hanya menunggu panggilan hati.***