Kasus Pelecehan Seksual Anak di Beltim Mengkhawatirkan, Ini Modusnya
BELITONGEKSPRES.CO.ID, MANGGAR - Mengawali tahun 2022, kasus pelecehan seksual dan kekerasan anak di Kabupaten Beltim cukup mengkhawatirkan. Berdasarkan data Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pada Dinas Sosial Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DSPMD) Beltim, ada dua kasus laporan aduan yang diterima. Seorang anak perempuan sebut saja Mawar (14) warga Desa Dukong, Kecamatan Simpak Pesak menjadi korban pelecehan seksual (Pencabulan). Pelakunya orang dewasa berinisial R (37) berprofesi sebagai nelayan dan sudah beristri. Kasat Reskrim Polres Beltim, AKP Rais Muin seizin Kapolres menyampaikan kasus tersebut dilaporkan orang tua korban setelah mengetahui anaknya telah dilecehkan pelaku. "Kemudian pelapor menemui teman korban, dan ia membenarkan bahwa antara korban dan pelapor ada hubungan khusus, selanjutnya istri pelapor menanyakan cerita tersebut kepada korban," ujar AKP Rais, Rabu (26/1). Selanjutnya, orang tua korban mencoba menanyai sang anak terkait cerita awal terjadinya pelecehan. Berdasarkan keterangan sang anak, pelaku mengajak korban bermain badminton di lapangan Bumdes Desa Dukong. Usai bermain badminton korban diajak terlapor ke belakang lapangan badminton, namun korban menolak. Tak habis akal pelaku mengeluarkan bujuk rayu bahwa korban akan dbelikan sepeda motor dan setelah lulus SMP korban akan dinikahi. Korban pun luluh. Lantas, terlapor melakukan pencabulan dengan cara memegang payudara sebelah kiri serta alat kelamin korban dan mencium pipi dan bibir korban. "Akibat dari kejadian itu korban mengalami trauma," AKP Rais. Pelaku saat ini sudah ditahan di Polres Beltim untuk kepentingan penyidikan sekaligus guna mempertanggungjawabkan perbuatan bejatnya tersebut. Terpisah, Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Efita Santy menegaskan kasus kekerasan pelecehan seksual terhadap anak tidak ada kata damai. Menurutnya kasus seperti ini tentunya akan menimbulkan trauma bagi korban, apalagi di usia yang masih belia. "Pelecehan seksual tidak boleh ada kata damai. Harus tetap diproses hukum, karena dampaknya besar sekali. Kita juga tidak tahu apakah dia (pelaku) akan melakukan hal serupa lagi atau tidak, karena sesuatu yang sudah dilakukan, ada kemungkinan dilakukan lagi," ujarnya. Dia menjelaskan korban kekerasan seksual tentunya perlu bimbingan psikologi guna menstabilkan kembali kondisi psikologia korban. "Kalau sudah sampai ke kepolisian, pastinya korban akan dibawa ke psikolog. Selain kasus ini, kalau orang tua merasa anaknya perlu bimbingan psikolog, silahkan ke UPT PPA meminta konseling untuk anak-anak," ujarnya. Dia juga mengimbau agar para orang tua mengawasi pergaulan anak-anaknya. Orang tua menurutnya harus mulai menanamkan pengetahuan kepada anak sejak dini, bagian tubuh mana yang tidak boleh disentuh oleh orang lain. "Walaupun di sekolah mungkin ada, orang tua dirumah juga harus mengulangi lagi. Tetap harus ada kewaspadaan," tukasnya. (msi)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: