Mareka ditetapkan menjadi tersangka setelah satu bulan lamanya proses penyidikan dan penyidikan dilakukan oleh Dittipideksus Bareskrim Polri.
Pihak Dittipideksus memastikan proses terus berjalan. Jika dimungkinkan ada temuan baru, beberapa saksi pun akan dihadirkan dalam kasus dugaan penyelewengan dana ACT tersebut.
BACA JUGA:Istri Kapolri Akan Kunjungi Belitung, Ini Agenda Diana Listyo
“Sementara baru 4 orang (A, IK, HH dan NIA) yang kita tetapkan dalam kasus ACT. Progresnya nanti akan disampaikan,” kata Wadir Tipideksus Bareskrim Polri Kombes Pol Helfi Assegaf.
Pada saat jumpa pers di Gedung Humas Polri, Jakarta Selatan kemarin, dia juga menjelaskan pihaknya saat ini fokus pada pengusutan dugaan penyalahgunaan dana lainnya.
Yakni, dugaan penyalahgunaan dana bantuan kompensasi untuk korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 pada 2018 Rute Jakarta - Pangkalpinang (Babel), 29 Oktober 2018.
BACA JUGA:Warga Belitung ini Tebas Tetangga Pakai Parang, Tersinggung Ditegur Buang Sampah
Pasalnya, Boeing menunjuk organisasi kemanusiaan global profesional berbasis kedermawanan dan kerelawanan ACT sebagai pengelola dana sosial.
“Ini lebih awal prosesnya atas dasar permintaan dari para ahli waris korban. Dana tersebut awalnya diperuntukkan untuk membangun fasilitas pendidikan,” ungkap Helfi Assegaf.
Ditanya berapa besaran dari kompensasi tersebut? Helfi Assegaf menjelaskan untuk kompensasi tragedi kecelakaan Boeing berupa santunan.
Ada 2 bentuk yang diserahkan, pertama uang tunai kepada para ahli waris. Besarannya masing-masing sebesar USD144.500 atau sebesar Rp 2,06 miliar. Sedangkan yang kedua bantuan non tunai dalam bentuk Corporate Social Responsibility (CSR) ACT.
“Dugaan awal dana ini tidak dikelola dengan baik. Dengan kata lain tidak transparan dan ada unsur penyimpangan,” jelas Helfi.