Maaf bukan di Babel. Karena itu sejak dulu hingga kini Babel masih saja mengekspor timah balok.
Dulu, mungkin balok timah dianggap barang setengah jadi, tetapi zaman modern sekarang ini, balok timah dikategorikan barang mentah (raw material). Sedangkan barang mentah sebenarnya dilarang ekspor. Peraturan itu sudah pernah ada sejak zaman Presiden Soeharto. Kini, yang disebut barang setengah jadi, adalah timah yang sudah melekat pada komponen elektronika yang siap dipasang ke dalam produk elektronik sehingga menjadi produk jadi atau siap pakai.
Dengan begitu harusnya ada pabrik hilirisasi timah di Babel. Jika ada gerakan hilirisasi, harus tersedia kawasan industri. Kabarnya kawasan industri di Bangka Selatan mulai beroperasi. Mudah-mudahan kawasan hi-tech Industries di Bangka Barat segera menyusul.
Ketiga, jika yang dimaksudkan hilirisasi timah seperti yang dilakukan PT Timah Tbk, maka Babel tidak akan mendapat apa-apa juga. Sehingga Babel harus memiliki kesepakatan dengan Pemerintah Pusat bahwa kegiatan hilirisasi timah harus dilakukan di Babel bukan di daerah lain.
Hilirisasi timah mesti diformulasikan dengan benar, bahwa mengubah bentuk balok timah menjadi solder, chemical, dan plate menurut penulis hanya akal-akal saja bahwa seakan yang akan dilarang ekspor itu adalah balok timah (ingot) saja. Padahal dalam literatur modern, apalagi dalam terminologi industri teknologi tinggi, timah solder, chemical, dan plate masih dikategorikan barang mentah. Produk ini belum menjadi barang setengah jadi atau barang jadi. Produk itu, masih berproses panjang hingga masuk barang setengah jadi. Sebab, material timah belum bisa digantikan dengan material lain dalam memproduksi komponen industri teknologi tinggi.
PLTT Jadi Pemicu
Pada saat sekarang, jika Babel memproklamirkan diri melakukan industrialisasi sebagai realisasi gerakan hilirisasi timah, maka mutu listrik yang diproduksi di Babel tidak memadai. Kebutuhan listrik di wilayah Babel memang mencukupi bahkan dianggap berlebih sekarang ini. Tetapi mutu listrik yang dihasilkan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) yang ada di Babel sangat jelek, selain voltase turun naik, terkadang mati total. Tak heran apabila sebagian wilayah di Babel pada waktu tertentu listriknya padam.
Kondisi listrik seperti ini sangat ditakuti produsen elektronik. Inilah alasan kenapa Babel sulit menggaet produsen elektronik atau produsen teknologi tinggi sekarang ini. Padahal mineral yang mereka butuhkan lengkap ada di Babel kecuali nikel. Mulai dari mineral tanah jarang (rare earth mineral), timah, thorium, dan mineral ikutan timah lainnya.
Tak hanya mutu listrik jelek di Babel, tetapi BPP (Biaya Produksi Pembangkit) sangat mahal (diatas USD 18 sen/kWh di Babel, sehingga menggerus APBN (subsidi tinggi), agar PLN dapat menjual listrik ke konsumen sama di seluruh wilayah Indonesia.
BACA JUGA:KSP Moeldoko Hadiri HUT ke-265 Kota Pangkalpinang, Lakukan Peletakan Batu Pertama Masjid Kubah Timah
Tingginya biaya produksi listrik di Babel akan menjadi resiko tersendiri bagi produsen. Karena komponen listrik hampir mencapai 60% (enam puluh persen) dari produksi sebuah industri. Khawatir Pemerintah mencabut subsidinya, kalangan produsen akan megap-megap. Itu sangat ditakuti mereka untuk masuk ke Babel sekarang ini.
Kita mengira, listrik yang bersumber dari angin, sinar matahari, gelombang laut, dan lainnya murah, ternyata BPP listrik yang dihasilkannya masih mencapai diatas 5 (lima) sen dollar Amerika Serikat per kWh. Sehingga PLN harus menjual listrik ke konsumen juga tinggi, diatas USD 11 sen/kWh. Satu-satunya pembangkit listrik yang biaya produksi listriknya murah adalah yang berasal dari energi thorium. Sehingga gagasan Pemprov Babel bekerjasama dengan ThorCon International PTE (perusahaan Amerika Serikat) untuk mendirikan Pembangkit Listrik Tenaga Thorium (PLTT) yang kini dilanjutkan era Pj Gubernur Ridwan Djamaluddin patut diapreasisasi.
PLTT yang proses perizinannya sedang berlangsung saat ini, mampu memproduksi listrik paling rendah di dunia. Hanya USD 3 sen/kWh. Jauh dibawah BPP listrik nasional USD 6,7 sen/kWh. Sehingga PLTT bisa menjual listrik ke PLN USD 5 atau 6 sen per kWh. Lalu PLN bisa menjual listrik ke pelanggannya di bawah USD 9 sen/kWh. Murahnya listrik akan berdampak serius bagi pertumbuhan ekonomi dan industri di Babel.
Apalagi mutu listrik yang dihasilkan PLTT sangat tinggi dengan stabilisasi listrik yang mumpuni dan diimpikan oleh para produsen elektronik dan teknologi tinggi. Kabarnya apabila PLTT telah beroperasi di Babel, akan berbondong-bondong produsen komponen elektronik membuka pabrik di Babel. Sebab, di Babel selain ada timah, mineral tanah jarang, thorium, dan mineral lainnya yang mereka butuhkan, ada listrik bermutu tinggi dan murah di Babel.
Jika Ekspor Timah Distop?
Nampaknya Presiden Jokowi serius ingin menghentikan ekspor timah mulai tahun depan. Tetapi masih dikaji, apakah yang dilarang ekspor itu seluruh produk timah mulai balok timah (ingot), timah solder, chemical, dan atau plate. Jika Presiden Jokowi hanya melarang ekspor balok timah, maka ramai-ramai pengusaha smelter timah di Babel akan memproduksi produk timah yang lain.