Oleh : Muchlis Ilham, S.Sos
PEMILIHAN Umum atau disingkat Pemilu adalah sarana demokrasi yang disiapkan oleh Negara. Kesiapan Negara diwujudkan dalam bentuk menyiapkan perangkat kelembagaan yang ditugaskan menyelenggarakan Pemilu. Di dalam Undang-Undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum disebutkan bahwa penyelenggara Pemilu terdiri dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Meski demikian, penyelenggara dan penyelenggaraan Pemilu tanpa melibatkan para pihak adalah sesuatu yang sulit. Ada sesuatu yang paling penting jika memang benar ingin mewujudkan demokrasi yakni melibatkan rakyat atau Undang-Undang menyebutnya sebagai partisipasi masyarakat.
Secara khusus, Undang-Undang Pemilihan Umum mengaturnya dalam bab XVII pasal 448, pasal 449 dan 450 yaitu partisipasi masyarakat. Jelas dibunyikan dalam ayat 1 pasal 448 bahwa penyelenggaraan pemilihan umum dengan partisipasi masyarakat. Kemudian, partisipasi masyarakat tersebut bentuknya seperti apa, ayat 2 pasal 448 menjelaskannya.
Yaitu, sosialisasi pemilihan umum; pendidikan politik bagi pemilih; survei atau jajak pendapat tentang pemilu atau; penghitungan cepat hasil pemilu. Dua bentuk partisipasi masyarakat yakni sosialisasi pemilihan umum dan pendidikan politik bagi pemilih banyak melibatkan penyelenggara pemilu sebagai pihak pelaksana. Biasanya secara berjenjang penyelenggara pemilu KPU dan Bawaslu telah memberikan arahan apa saja, bagaimana dan kawan waktu pelaksanaannya dalam setiap tahapan. Bahkan, penyelenggara pemilu yang permanen yakni pusat hingga tingkat Kabupaten dapat mendorong partisipasi masyarakat diluar tahapan. Kenapa diperlukan, karena menyederhanaan pemilu menjadi serentak akan memberikan banyak waktu penyelenggara diluar dari tahapan dan siklus masa kerja 5 tahun.
Selain penyelenggara pemilu, sosialisasi pemilihan umum dan pendidikan politik bagi pemilih juga dapat dilakukan oleh partai politik. Sebab perhelatan pemilihan umum sarat dengan kepentingan partai politik untuk menempatkan orang-orang mereka di lembaga legislatif maupun eksekutif. Walaupun sosialisasi dan pendidikan politik oleh partai politik bersifat parsial atau melibatkan kader dan simpatisan mereka, namun ketika semua partai politik peserta pemilu melakukan hal yang sama maka dipastikan hal tersebut akan berdampak pada kesadaran masyarakat terhadap hak dan kewajiban mereka pada pemilihan umum.
Kemudian apa saja yang dapat disampaikan dalam sosialisasi dan pendidikan politik?. Bagi penyelenggara pemilu, hal yang penting disampaikan tentu saja kapan waktu pemilihan umum dan pemilihan. Selain itu, sebagai perpanjangan tangan dari Negara, penyelenggara pemilu harus memberikan sosialisasi yang mampu menjawab setiap alasan masyarakat bukan hanya pertanyaan masyarakat. Kenapa itu diperlukan, karena banyak masyarakat tidak pernah menganggap pemilihan umum dan pemilihan akan mengubah hidup mereka. Bagi kebanyakan orang, apa yang mereka lakukan tidak melibatkan atau mengikutsertakan politik.
Di sinilah peran penyelenggara pemilu untuk berkontribusi dalam meningkatkan partisipasi masyarakat. Masyarakat harus didorong lebih aktif dan mencapai kesadaran diri bahwa politik akan selalu menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam hidup bernegara. Tentunya penyelenggara pemilu paham apa saja materi yang diperlukan untuk mencapai kesadaran diri masyarakat.
Selanjutnya dua bentuk lain partisipasi masyarakat adalah survei atau jajak pendapat pemilu dan penghitungan cepat hasil pemilu. Dua bentuk ini tidaklah semasif dua bentuk diatas sebab kemampuan untuk melakukan survei atau jajak pendapat dan penghitungan cepat hasil pemilu memerlukan izin dari penyelenggara pemilu.
Survei atau jajak pendapat dan penghitungan cepat hasil pemilu juga harus dapat dipertanggungjawabkan. Hasilnya pun tidak boleh menyelisihi apa yang dipublikasikan oleh penyelenggara pemilu. Kalau hanya sebatas koreksi atau memperkuat hasil publikasi tentu saja survei atau jajak pendapat dan penghitungan cepat hasil pemilu akan sangat membantu meningkatkan kepercayaan publik terhadap penyelenggara pemilu.
Berdasarkan bunyi ayat 1 pasal 449 dinyatakan partisipasi masyarakat dalam bentuk sosialisasi pemilihan umum; pendidikan politik bagi pemilih, survei atau jajak pendapat tentang pemilu dan penghitungan cepat hasil pemilu wajib mengikuti ketentuan yang diatur penyelenggara pemilu dalam hal ini KPU. Salah satunya disebutkan dalam ayat 2 pasal 449 yakni pengumuman hasil survei atau jajak pendapat tentang pemilu dilarang dilakukan pada masa tenang.
Ketentuan lainnya, pelaksana kegiatan penghitungan cepat hasil pemilu wajib mendaftarkan diri kepada KPU paling lambat 30 hari sebelum hari pemungutan suara. Pelaksana kegiatan penghitungan cepat hasil pemilu juga wajib memberitahukan sumber dana, metodologi yang digunakan, dan hasil penghitungan cepat bukanlah hasil resmi penyelenggara pemilu. Pengumuman hasil penghitungan cepat pun hanya boleh dilakukan dua jam setelah pemungutan suara di Indonesia bagian barat selesai. Bagi yang tidak mematuhinya maka sanksi pidana akan dikenakan dengan keputusan pengadilan.
Kembali ke pasal 448 ayat 3 bahwa bentuk partisipasi masyarakat sebagaimana disebutkan pada ayat 2 tentu harus memenuhi prinsip keadilan.
Disebutkan ketentuannya adalah sebagai berikut:
1. Tidak melakukan keberpihakan yang menguntungkan atau merugikan peserta pemilu;