BELITONGEKSPRES.CO.ID - Wakil Ketua Panitia Khusus (Pansus) Stabilitas Harga TBS Sawit dan Izin Perkebunan Sawit DPRD Provinsi Bangka Belitung (Babel), Eka Budiartha, menyatakan, bahwa PT Foresta Lestari Dwikarya wajib membangun kebun plasma untuk masyarakat setempat.
Penyataan disampaikan oleh Eka Budiartha usai mengadakan rapat tertutup dengan sejumlah instansi terkait pada tanggal 6 September di Ruang Banmus DPRD Babel, yang membahas masalah perusahaan sawit PT Foresta.
Rapat ini diinisiasi oleh Panitia Khusus (Pansus) untuk membahas stabilitas harga tandan buah segar kelapa sawit dan persyaratan izin perkebunan kelapa sawit di Bangka Belitung, sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 18 Tahun 2021.
Menurut peraturan tersebut, perusahaan yang membangun kebun sebelum tahun 2007 tetap diwajibkan membangun kebun plasma. Seperti halnya perkebunan kelapa sawit PT Fores di Kecamatan Membalong.
BACA JUGA:Eka Budiartha Pertanyakan Penentuan Indeks K Harga TBS Sawit di Bangka Belitung
BACA JUGA:Login Langsung Cuan, Aplikasi Penghasil Saldo DANA Gratis Ini Paling Diburu
Eka Budiartha menjelaskan bahwa kewajiban perusahaan untuk membangun kebun plasma masyarakat merujuk pada Permentan Nomor 98 Tahun 2013, yang berisi pedoman perizinan perkebunan.
"Kewajiban perusahaan membangun kebun plasma masyarakat merujuk Permentan Nomor 98 Tahun 2013 mengenai pedoman perizinan Perkebunan," kata Eka Budiartha kepada Belitong Ekspres, Kamis (7/9).
Selain itu, Pasal 43 ketentuan peralihan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021 mengharuskan penerapan sanksi kepada pemegang Izin Usaha Perkebunan (IUP) sesuai dengan undang-undang Perkebunan.
Dalam hal ini, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 mengharuskan pengenaan sanksi, seperti denda hingga pencabutan izin terhadap perusahaan perkebunan kelapa sawit.
BACA JUGA:Reses di Desa Lintang, Eka Budiartha Serap Banyak Aspirasi Masyarakat
BACA JUGA:Cara Ajukan Pinjaman KUR BRI Online, Pilih Tenor dan Cek Simulasi Angsuran
"Kenapa ini tidak dilakukan, untuk itu kita akan kaji bagaimana penerapan sanksinya, karena mestinya setelah 3 tahun sejak UU Nomor 39 tahun 2014 berlaku," kata Politisi PBB itu.
Eka Budiartha menekankan bahwa langkah-langkah ini seharusnya telah diambil, dan karenanya, akan dievaluasi bagaimana penerapan sanksi tersebut, mengingat sudah tiga tahun sejak berlakunya UU Nomor 39 Tahun 2014.
Eka juga menyoroti perlunya pengawasan yang lebih ketat sebelumnya terkait evaluasi dan peringatan kepada perusahaan ketika mereka tidak memenuhi kewajiban membangun kebun plasma.