BELITONGEKSPRES.CO.ID - Tim Pansus Stabilitas Harga TBS Sawit dan Izin Perkebunan Sawit DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) terus berupaya memaksimalkan kinerja mereka.
Kali ini tim Pansus DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung bergerak mencari bahan dan data mengenai stabilitas harga dan izin perkebunan sawit dengan melakukan kunjungan kerja ke Dinas Perkebunan (Disbun) Provinsi Riau.
"Kemarin, Kamis (19/10/2023) kita kunjungan kerja (Kunker) ke Disbun Provinsi Riau," kata Wakil Ketua Pansus Stabilitas Harga TBS Sawit dan Izin Perkebunan Sawit DPRD Babel Eka Budiartha kepada Belitong Ekspres, Jumat (20/10/2023).
Eka Budiartha menjelaskan, penetapan Harga TBS Sawit terdiri dari total penjualan Crude Palm Oil (CPO), penjualan karnel, Biaya Operasional Langsung (BOL) dan Biaya Operasional Tidak Langsung (BOTL) dalam dan Rendemen yang menghasilkan indek K.
BACA JUGA:Eka Budiartha: Penataan Usaha Perkebunan Kelapa Sawit untuk Kesejahteraan Masyarakat
BACA JUGA:Stok BBM di Bangka Belitung Jelang Nataru Cuma 3 Hari, BPJ Ambil Langkah Antisipasi Kelangkaan
Oleh sebab itu, Pansus Stabilisasi Harga TBS Sawit dan Perizinan Perkebunan Sawit DPRD Babel melakukan Koordinasi dengan Dinas Perkebunan (Disbun) Provinsi Riau
"Begitu juga dengan rendemen untuk dapat menyajikan rendemen saat ini. Jangan gunakan rendemen 10 tahun lalu," jelas Eka Budiartha usai mendapat masukan dari Disbun Provinsi Riau.
Politisi Partai PBB itu melanjutkan, untuk keseluruhan komponen tersebut harus disajikan oleh Perusahaan Perkebunan Sawit (PKS) dengan data yang sebenarnya.
Makanya, Tim Pansus akan meminta Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bangka Belitung untuk melakukan verifikasi data penjualan yang disajikan oleh PKS. Itu guna mengecek validasi data apakah disajikan dengan sesungguhnya.
BACA JUGA:Terbukti Kedapatan Berselingkuh, ASN Belitung Siap-siap Kena Sanksi Berat
"Dan mereka juga harus melampirkan invoice yang asli jadi bisa dijadikan dasar untuk Penetapan Harga TBS Sawit," pinta politisi asal Kecamata Kelapa Kampit itu.
Dia menambahkan, satu lagi dalam komponen biaya pengangkutan yang harus diklarifikasi dalam Permentan Nomor 01 Tahun 2018. Yakni, bahwa pembebanan biaya angkut dari pabrik hanya sampai tangki timbun.
"Sementara selama ini pembebanan disajikan sampai dengan pelabuhan tujuan penjualan. Tentunya ini akan memberatkan biaya yang dibebankan kepada petani," pungkas Eka Budiartha.