Kegaduhan tersebut, menurut dia dipicu adanya kesan terburu-buru penghentikan penanganan perkara. Padahal penanganan perkara itu terbilang masih baru dan harus dilakukan pendalaman lagi.
BACA JUGA:Terus Kawal Permasalahan, Eka Budiartha Pertanyakan Penundaan Uji Petik Terhadap PT Foresta
BACA JUGA:OJK Tetapkan PKU Larang Akulaku Berikan Pinjaman Paylater, Ternyata Ini Alasannya
Maka dari itu, tentu jadi pertanyaan besar kenapa harus terburu-buru gitu. Mestinya kata Marshal harusnya dibarengi dengan adanya pemeriksaan ahli pembanding.
"Terutama dari pihak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), semisal dengan melakukan audit investigasi,” ujar Doktor Ekonomi tersebut.
Menurut dia, bilamana penghentian atau SP3 telah melalui audit investigasi itu dipastikan tidak bakal terjadi gaduh seperti sekarang ini.
"Tuntutan publik agar penyidikannya secara komprehensif sangat wajar, ini mengingat dugaan kasusnya dengan kerugianya negara cukup besar itu,” ujar dosen pasca sarjana UBB.
Marshal melanjutkan, dia mendengar ahli yang mengklaim tidak adanya kerugian negara itu hanya dari ahli kementerian keuangan.
BACA JUGA:Wamendes PDTT Kunker ke Kabupaten Beltim: Kades Jangan Sampai Nabrak Aturan
BACA JUGA:Stok BBM di Bangka Belitung Jelang Nataru Cuma 3 Hari, BPJ Ambil Langkah Antisipasi Kelangkaan
"Agar kasus ini tidak blunder bagi Kejati -di kemudian hari- apalagi ini menyangkut BUMN alangkah baiknya harus ada ahli pembanding," tukas Marshal.
Dia juga meminta agar dilakukan penyidikan secara transparan jangan ada dusta, jangan buru-buru dihentikan. "Apalagi sudah ada tersangkanya dan sudah ada dugaan kerugian negara lagi,” sambung ketua Puncak Tertinggi, Civitas Akademika Lintas Perguruan Tinggi.
Lebih dari itu, dirinya berharap juga sekali-sekali ada produk tipikor Kejaksaan yang menyentuh BUMN (Badan Usaha Milik Negara).
"Apalagi Pak Kajatinya Asep Maryono masih baru menjabat setidaknya mampu menunjukan produk tipikor yang bermutu, bukan langsung-langsung menelurkan produk SP3,” tutupnya.