BELITONGEKSPRES.CO.ID - Apa hukum praktik menerima dan memberi suap politik uang dan serangan fajar pada penyelenggaraan Pemilu dalam Islam?
Serangan fajar politik uang atau jual beli suara adalah fenomena yang sering terjadi menjelang pemilihan umum, baik pemilu maupun pilkada.
Serangan fajar adalah pemberian uang, barang, jasa, atau materi lainnya kepada calon pemilih untuk mempengaruhi pilihan mereka.
Namun, tahukah Anda bahwa serangan fajar politik uang tidak hanya merugikan demokrasi, tetapi juga bertentangan dengan hukum Islam?
BACA JUGA:Daftar Gaji Terbaru Pegawai Bawaslu yang Naik dan Disahkan Jokowi Jelang Pemilu 2024
BACA JUGA:Ancaman Pemilu 2024, Serangan Fajar Politik Uang Berikut Aturan dan Sanksi
Dalam artikel ini, kita akan membahas apa hukum menerima uang dan serangan fajar dalam Islam, serta apa dampaknya bagi masyarakat.
Hukum Terima Uang dan Serangan Fajar Dalam Islam
Menurut situs resmi Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, serangan fajar politik uang termasuk dalam kategori politik uang, yaitu segala bentuk pemberian uang atau materi lainnya yang bertujuan untuk mempengaruhi keputusan pemilih.
Politik uang sendiri telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Dalam pasal-pasal tersebut, disebutkan bahwa politik uang dapat berupa uang, barang, jasa, fasilitas, janji, atau hal lain yang bernilai ekonomis.
BACA JUGA:TKN Prabowo-Gibran Sebut Film Dirty Vote Tendensius, Minta Rakyat Tidak Terprovokasi
BACA JUGA:Film Dokumenter Dirty Vote 'Bongkar' Kecurangan Pemilu 2024 Viral! Ini Pengertian Dirty Vote
Lalu, bagaimana hukum menerima uang dan serangan fajar dalam Islam? Dalam laman NU Online, disebutkan bahwa hukum politik uang, termasuk serangan fajar, adalah haram.
Hal ini ditegaskan oleh Komisi Waqi’iyyah Bahtsul Masail Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Provinsi Jawa Tengah (Jateng).