Harga Beli TBS Sawit Tak Kunjung Membaik, DPRD Beltim Gelar RDP, Panggil Pihak Perusahaan
RDP yang membahas harga beli TBS Sawit digelar di DPRD Beltim, Senin (15/8) kemarin--
BELITONGEKSPRES.CO.ID, MANGGAR - Harga beli Tandan Buah Segar (TBS) sawit hasil kebun masyarakat Kabupaten Belitung Timur (Beltim) tak kunjung membaik.
Bahkan harga TBS oleh perusahaan masih di bawah ketetapan yang dikeluarkan Dinas Perkebunan Provinsi Bangka Belitung (Babel). Perusahaan yang beli TBS dengan harga bervariasi membuat masyarakat merasa dirugikan.
Hal ini terungkap dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) permasalah harga TBS Sawit yang digelar DPRD Beltim, Senin (15/8) kemarin.
Hadir diundang, perwakilan pihak perusahaan perkebunan yang berinvestasi di Beltim, koperasi mitra dan sejumlah petani sawit mandiri.
BACA JUGA:Sijuk 2 Raih Tiket Final Liga Bupati Belitung Cup 2022, Siap Hadapi Tanjungpandan 1 , Ini Jadwalnya
Rapat dipimpin langsung oleh Ketua DPRD Beltim Fezzi Uktolseja bersama unsur Wakil Ketua serta Komisi II yang membidangi perkebunan. Rapat berlangsung hampir waktu 3 jam.
"Jadi agenda hari ini memang terkait kedatangan rekan-rekan masyarakat dari Kecamatan Dendang pada Kamis (pekan lalu), koperasi dan masyarakat pelaku petani sawit," Fezzi Uktolseja usai rapat kepada Belitong Ekspres.
Ia menjelaskan, masyarakat menyampaikan aspirasi bahwa ada perbedaan harga antara yang dikeluarkan Dinas Perkebunan (Provinsi) dengan yang di lapangan (perusahaan).
"Penetapan Disbun harganya Rp.1600 sementara di lapangan Rp.1200 dan Rp.1300," ujar Fezzi Uktolseja yang juga Politisi Partai PDI Perjuangan Beltim.
BACA JUGA:Dindikbud Belitung Pastikan Guru SD Tampar Murid Sudah Damai, Hasandi: Kami Berikan Pembinaan
Menurut Fezzi, perbedaan harga beli TBS di antara perusahaan sawit seharusnya tidak akan terjadi apabila kesepakatan harga yang dikeluarkan Dinas Perkebunan diikuti.
Karenanya, Fezzi menginginkan ada peran yang dijalankan Pemerintah daerah yakni melalui satuan tugas pengontrolan harga beli TBS.
"Kami juga akan meminta Pemda agar melakukan kontrol di Dinas Pertanian (Kabupaten) melalui pembentukan satgas pengontrolan harga. Kami minta harganya sesuai dengan harga acuan yang dikeluarkan Provinsi yaitu Rp.1600, ujarnya.
"Kami juga minta pemerintah tegas soal sanksi sebab dalam aturan memang ada sanksi berupa teguran hingga penghentian ekspor," sambung Fezzi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: