Generasi Muda Dalam Lingkaran Rasisme

Generasi Muda Dalam Lingkaran Rasisme

Siswi SMAN 1 Manggar Joyce C. Fuyono--

Sikap rasisme pada remaja dapat memicu stres dan cemas, lalu yang lebih buruknya lagi adanya keinginan untuk mengakhiri hidup dengan cara bunuh diri. Bisa dilihat jika ada banyak pelajar yang merupakan korban dari rasisme ini terpaksa harus berhenti sekolah, karena tidak dapat fokus dalam proses pembelajaran dan berakhir mengidap penyakit psikologis.

Tetapi ingatlah, setiap masalah pasti ada solusinya. Termasuk tindakan rasisme ini. Kasus rasisme ini sangat berdampak, tidak hanya di kalangan remaja tetapi juga di seluruh dunia. Maka, tidak ada kata tidak bisa sebelum kamu mencobanya.

Lantas apa yang harus kita lakukan? Yang perlu kita lakukan adalah mendengarkan keluh kesah pelaku rasisme dan menyadarkannya bahwa kita semua dilahirkan sebagai manusia yang sama dan saling membutuhkan satu sama lain, tanpa adanya kepentingan kelompok tertentu. Karena sesungguhnya setiap orang pasti memiliki remote control-nya sendiri, yang akan menjadi alat untuk menentukan jalan selanjutnya yang ia pilih, dan yang hanya dia yang dapat mengendalikan pengendali ini, bukan kita.

Rasisme sendiri adalah bentuk perbuatan yang tidak sesuai dan tidak diperbolehkan dilakukan di Indonesia. Hal tersebut telah tercantum pada UU No. 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, bahwa setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama dan berhak atas perlindungan pada setiap bentuk diskriminasi agar tidak menimbulkan konflik.

Kita adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang terdiri dari kekayaan akan suku dan budaya. Dengan Pancasila sebagai dasar negara dan pedoman hidup, dimana sila ke-5 yang berbunyi "Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia." Pastinya, kami sebagai anak bangsa harus menjaga keutuhan semboyan negara Indonesia, yaitu Bhineka Tunggal Ika, yang berbunyi 'berbeda-beda tetapi tetap satu', dan kita bisa membuktikan bahwa Indonesia adalah negara yang kuat yang tidak akan terpecah dan berjiwa optimistis.

Artikel ini merupakan hasil pemaparan masalah sesuai dengan perspektif pribadi penulis yang merupakan seorang pelajar, sekaligus salah satu korban dari tindakan rasisme ini. Semenjak kejadian tersebut, penulis mengalami trauma dan stres berat, terutama dalam bidang psikologis. Tetapi melalui pengalaman tersebutlah menjadi pendorong yang membuat penulis tergerak untuk melakukan pemaparan mencegah tindakan rasisme yang dimulai dari kalangan remaja. "Cukup saya, tapi jangan orang lain!" itulah pemikiran penulis pada saat itu. Karena cepat atau lambat tindakan seperti ini harus segera dihentikan.

Pada dasarnya, dampak yang dialami dari semua korban merupakan klimaks dari kejamnya rasisme tersebut. Sekarang Anda berpikir ingin merubah diri sendiri tetapi tidak ingin ikut campur dengan kasus ini, tidak. Bukalah mata dan hati kalian, siapa lagi jika bukan kita, generasi muda yang harus turun tangan untuk mengakhiri permasalahan ini ketimbang dengan melipat tangan dan tidak berbuat apa-apa. Bergeraklah! Ada aksi, ada reaksi! Ayo bersama-sama membangun kembali negeri tercinta kita Bangsa Indonesia!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: