Efek Perang Dagang AS–China Makin Gila, 7 Raksasa Teknologi Ini Terjungkal Sekaligus!

BELITONGEKSPRES.CO.ID - Ketegangan perang dagang antara Amerika Serikat dan China kembali memuncak, dan kali ini dampaknya langsung terasa di jantung industri teknologi. 

Tujuh raksasa teknologi AS yang dikenal sebagai Magnificent Seven serentak mengalami penurunan tajam di pasar saham, mencerminkan kekhawatiran global terhadap ketidakstabilan geopolitik dan ekonomi.

Saham Jatuh Bersama, Teknologi Terpukul

Melansir Fast Company, dua nama besar, Nvidia dan Tesla, mencatatkan penurunan lebih dari 5%. Ini bukan hanya koreksi biasa—ini sinyal kuat bahwa pasar mulai bereaksi atas konflik dagang yang makin tajam. 

Berikut rincian ketujuh saham perusahaan raksasa teknologi AS yang tumbang sekaligus dihantam China seperti dikutip dari Fast Company pada Selasa 22 April 2025:

BACA JUGA:Aplikasi Penghasil Saldo DANA Gratis 2025: Main Game Bisa Dapat Uang Hingga Rp777.000

BACA JUGA:Awas! 9 Jajanan Anak Ini Ternyata Mengandung Babi, Beredar dengan Label Halal Palsu

1. Alphabet Inc.: -2,26%
2. Amazon.com, Inc.: -3,42%
3. Apple Inc.: -2,77%
4. Meta Platforms, Inc.: -3,29%
5. Microsoft Corporation: -2,05%
6. NVIDIA Corporation: -5,49%
7. Tesla, Inc.: -6,86%

Tak hanya saham-saham teknologi yang terguncang, indeks-indeks utama di Wall Street juga ikut merosot. S&P 500 turun 2,32%, Nasdaq Composite melemah 2,61%, dan Dow Jones Industrial Average kehilangan 2,30%.

Kombinasi Politik dan Tarif Tinggi Jadi Biang Kerok

Penurunan ini tak lepas dari beberapa faktor. Salah satunya adalah kritik keras mantan Presiden Donald Trump terhadap Ketua The Fed, Jerome Powell. 

Trump bahkan meminta agar Powell diberhentikan, yang memicu kekhawatiran soal independensi lembaga keuangan utama tersebut.

BACA JUGA:Prediksi IMF dan Kebijakan Tarif Trump Buat IHSG Terkoreksi, Apa Dampaknya?

BACA JUGA:Indonesia Jadi Negara Pertama yang Diterima AS untuk Negosiasi Tarif Dagang

"Jika The Fed kehilangan independensinya, kepercayaan investor akan anjlok," ujar salah satu analis yang tak disebutkan namanya seperti dilaporkan Fast Company.

Sumber: