KUHP Baru, Hukum Pidana Nasional Berdasarkan Pancasila, Aborsi Diperbolehkan dengan Pengecualian

KUHP Baru, Hukum Pidana Nasional Berdasarkan Pancasila, Aborsi Diperbolehkan dengan Pengecualian

Sosialisasi KUHP baru di Santika Premier Hotel Padang, Sumatera Barat, Rabu (11/1)-Ist-

BACA JUGA:Pelabuhan Tidak Spesifik Dalam RPJMD Beltim, Kaitannya Hanya Percepatan Pemulihan Ekonomi

Upaya pembaruan KUHP dimulai sejak 1958 yang ditandai dengan berdirinya Lembaga Pembinaan Hukum Nasional (LPHN).

Pada tahun 1963 diselenggarakan Seminar Hukum Nasional I yang menghasilkan berbagai resolusi antara lain untuk merumuskan KUHP Nasional. Tahun 1964 mulai disusun  draf Buku I  sampai sekarang sudah ada 25 draf

“Pembaruan KUHP dimulai 1958 ditandai berdirinya Lembaga Pembinaan Hukum Nasional (LPHN). Tahun juga 1963 diselenggarakan Seminar Hukum Nasional I yang menghasilkan berbagai resolusi antara lain untuk merumuskan KUHP Nasional dan tahun 1964 mulai disusun  draf Buku I  sampai sekarang sudah ada 25 draf," jelasnya.

Prof Benny menambahkan bahwa tanggal 18 September 2019, draft RUU KUHP sebenarnya sudah siap utk dibahas dan disetujui.

Namun karena Presiden Jokowi menyadari perlu adanya penundaan di dalam penetapan paripurna karena beberapa persoalan yg perlu dituntaskan yakni terkait 14 isu krusial.

Pemerintah juga meneruskan pembahasan melakukan dua langkah menerima masukan dari stakeholder dan masyarakat sipil termasuk praktisi hukum.

“Draft RUU KUHP sebenarnya sudah siap untuk dibahas dan disetujui. Namun karena presiden menyadari perlu adanya penundaan didalam penetapan paripurna karena beberapa persoalan yg perlu dituntaskan yakni terkait 14 isu krusial” pungkas Prof Benny.

BACA JUGA:Marak Kabar Aksi Pencurian, Siskamling di Desa Terong kembali Diaktifkan

Pemaparan materi juga disampaikan Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia (UI), Prof Harkristuti Harkrisnowo yang juga anggota tim perumus KUHP baru.

Ia mengatakan terdapat kekeliruan persepsi dari masyarakat dengan pengakuan hukum dasar terjadi penyimpangan asas legalitas. Ini sama sekali tidak benar karena living law merupakan ketetentuan yang ditemukan secara ilmiah.

“Ada kekeliruan persepsi dari masyarakat dengan pengakuan hukum dasar terjadi penyimpangan asas legalitas. Hal ini tidak benar karena living law merupakan ketetentuan yang ditemukan secara ilmiah,” katanya.

Ditambahkannya, bahwa aborsi diatur dalam 346 - 349 merupakan delik dari jaman belanda. Aborsi diperbolehkan dengan pengecualian.

Yakni adanya indikasi kedaruratan medis atau si perempuan merupakan korban perkosaan atau kekerasan seksual yang mengakibatkan kehamilan dengan usia kehamilan tidak lebih dari 14 minggu.

“Aborsi diperbolehkan dengan pengecualian yakni adanya indikasi kedaruratan medis atau perempuan merupakan korban perkosaan atau kekerasan seksual yang mengakibatkan kehamilan dengan usia kehamilan tidak lebih dari 14 minggu. Kami mendapatkan rekomendasi dari ormas Islam terkait ketentuan aborsi tidak lebih dari 14 minggu," beber prof Harkristuti.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: