Sri Mulyani: Pendapatan Negara Tembus Target, Stabilitas Sistem Keuangan Terus Membaik

Sri Mulyani: Pendapatan Negara Tembus Target, Stabilitas Sistem Keuangan Terus Membaik

Menteri Keuangan Sri Mulyani --

Menurut dia, kombinasi dari pencapaian pendapatan yang tumbuh kuat dan kinerja belanja yang tumbuh positif berdampak pada pengendalian risiko fiskal yang semakin solid. Terefleksi pada defisit APBN sebanyak Rp 464,33 triliun atau 2,38 persen dari produk domestik bruto (PDB). Angka tersebut jauh lebih rendah dari target yakni 4,50 persen PDB.

“Dengan defisit APBN yang lebih rendah dibandingkan target awal, rasio utang pemerintah menurun dari 40,74 persen di akhir 2021 menjadi 39,57 persen di akhir 2022. Selain itu, keseimbangan primer yang sebelumnya negatif cukup besar, saat ini bergerak menuju positif,” jelas mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu.

Ani mengatakan, pasar Surat Berharga Negara (SBN) melanjutkan penguatan di awal tahun ini. Didorong pembelian kembali SBN oleh investor nonresiden. Sampai dengan 27 Januari 2023, tercatat net buy oleh nonresiden senilai Rp 48.53 triliun, perbankan sebesar Rp 121,98 triliun, dan investor keuangan nonbank Rp3,63 triliun.

BACA JUGA:Kenaikan Biaya Haji 2023 Segera Finalisasi, BPKH Kelola Dana Haji Rp 166 Triliun

Penguatan tersebut juga didukung oleh yield SBN seri benchmark 10 tahun yang mengalami penurunan sebesar 20 basis poin (bps) ke level 6,74 persen.

Meskipun kondisi pasar SBN sudah mulai kondusif, tekanan inflasi global di beberapa negara yang masih persisten tinggi perlu tetap diwaspadai. Sebab, berpotensi memicu naiknya suku bunga kebijakan bank sentral global di luar ekspektasi.

Peran APBN tahun 2022 sebagai shock absorber berfungsi optimal dalam meredam gejolak perekonomian global yang semakin eskalatif. “APBN mampu mengendalikan risiko lebih solid sehingga menjadi fondasi yang kuat untuk melanjutkan pelaksanaan konsolidasi fiskal pada tahun 2023, serta mendukung upaya transformasi ekonomi,” tandasnya.

Sri Mulyani menjelaskan, KSSK tengah merampungkan revisi Peraturan Pemerintah (PP) nomor 1 Tahun 2019 tentang devisa hasil ekspor (DHE).

BACA JUGA:Asprov PSSI Babel Bersyukur Erick Thohir dan Zainudin Amali Lolos Verifikasi Calon Ketua PSSI

Setidaknya sampai Februari 2023. Revisi aturan perlu dilakukan agar desain tidak bertentangan dengan rezim devisa bebas. Terutama dengan aturan International Monetary Fund (IMF).

Dia berkomitmen menjaga rezim devisa yang tidak menekan investasi dan kinerja ekspor Indonesia. “Jadi kita tetap jaga rambu-rambu di satu sisi Indonesia perlu meyakinkan ekspor kita tumbuh tinggi maka devisa diperkuat,” ujarnya.

Dalam kesempatan itu, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menjelaskan, sudah mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) tertanggal 20 Desember 2022. Yang isinya sudah menerapkan holding period untuk DHE. Mengarahkan bank-bank di dalam negeri untuk memobilisasi DHE masuk ke rekening khusus.

“Untuk kemudian pass on menjadi term deposit valas di BI. Kami berikan insentif yang menarik sesuai jangka waktunya, diberikan suku bunga yang kompetitif dengan luar negeri, kami juga memberikan fee yang juga tergantung dari tenornya,” beber pria asal Sukoharjo itu.

BACA JUGA:Rehab SDN 4 Sijuk Sudah Dianggarkan, Atap Sekolah Diperbaiki Tahun Ini

Dengan demikian, semakin panjang Holding period, fee bank semakin besar. Kebijakan itu agar DHE lebih lama di dalam negeri. Selain itu, BI juga membebaskan semua kewajiban kewajiban yang berlaku bagi dana pihak ketiga, pemenuhan kewajiban giro wajib minimum (GWM), dan kebijakan lain.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: