Bank Dunia Sebut 60% Penduduk Indonesia Miskin, BPS Ungkap Perbedaan Standar

Ilustrasi: Bank Dunia Sebut 60% Penduduk Indonesia Miskin, BPS Ungkap Perbedaan Standar--(Antara)
BACA JUGA:Sekolah Rakyat Segera Hadir di Belitung Timur, Dukung Pendidikan dan Pengentasan Kemiskinan
Sebagai contoh, standar hidup di DKI Jakarta tentu tidak bisa disamakan dengan Papua Selatan, karena tingkat harga, kebutuhan dasar, dan gaya hidup masyarakat di masing-masing wilayah sangat berbeda.
BPS Gunakan Metode Kebutuhan Dasar (CBN) Sesuai Kondisi Lokal
Berbeda dari Bank Dunia, BPS mengukur kemiskinan menggunakan pendekatan Cost of Basic Needs (CBN). Metode ini menghitung jumlah minimum pengeluaran yang diperlukan seseorang untuk memenuhi kebutuhan dasar, baik dari sisi konsumsi makanan maupun non-makanan.
Komponen kebutuhan dasar:
- Makanan: Diukur berdasarkan standar konsumsi minimal 2.100 kilokalori per orang per hari, diperoleh dari komoditas utama seperti beras, telur, tahu, tempe, dan sayur-sayuran.
- Non-makanan: Termasuk kebutuhan akan tempat tinggal, pendidikan, layanan kesehatan, pakaian, dan transportasi.
Data kemiskinan ini dikumpulkan melalui Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilakukan dua kali setiap tahun, yakni pada bulan Maret dan September. Pada tahun 2024, survei dilakukan terhadap:
- 345.000 rumah tangga pada bulan Maret
- 76.310 rumah tangga pada bulan September
BACA JUGA:10 Negara dengan Perekonomian Terlemah di Asia, Indonesia Masuk Daftar Termiskin?
Garis Kemiskinan Nasional (September 2024):
- Rp595.242 per kapita per bulan
- Dengan rata-rata anggota rumah tangga miskin sebanyak 4,71 orang, maka garis kemiskinan setara Rp2.803.590 per rumah tangga per bulan
Namun, nilai ini bervariasi antarwilayah:
- DKI Jakarta: Rp4.238.886 per rumah tangga
- Nusa Tenggara Timur (NTT): Rp3.102.215 per rumah tangga
BPS Tegaskan: Kemiskinan Bukan Sekadar Soal Pendapatan Harian
Amalia mengingatkan masyarakat agar tidak menilai kemiskinan hanya dari nominal penghasilan harian. Konsep kemiskinan jauh lebih kompleks karena mencakup aspek kemampuan memenuhi kebutuhan dasar yang layak.
“Kemiskinan tidak bisa diartikan secara sederhana sebagai pendapatan di bawah Rp20 ribu per hari. Karena itu belum tentu berarti seseorang tergolong miskin, jika kebutuhan dasar lainnya tetap terpenuhi,” jelasnya.
Penekanan ini diberikan untuk mencegah kesalahpahaman publik dalam menafsirkan data, apalagi saat perbandingan angka-angka kemiskinan dari lembaga internasional viral di media sosial.
BACA JUGA:Menurut Penelitian, Ternyata Ini Perbedaan Wajah orang Kaya dan Miskin
Data Bank Dunia dan BPS Sama-Sama Valid, Tapi Punya Fungsi Berbeda
BPS menegaskan bahwa angka kemiskinan versi nasional dan global tidak bertentangan. Keduanya memiliki metodologi, fungsi, dan konteks yang berbeda. Data Bank Dunia ditujukan untuk kepentingan perbandingan lintas negara, sementara data BPS digunakan untuk perumusan kebijakan lokal yang lebih akurat dan kontekstual.***
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: