BELITONGEKSPRES.CO.ID, KOBA - Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) yang batasi penggunaan pupuk subsidi bagi petani jadi sorotan politisi Golkar Bangka Tengah (Bateng) Batianus.
Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bateng itu menilai, Permentan Nomor 10 Tahun 2022 yang membatasi pupuk subsudi 9 komoditi pertanian akan berdampak buruk bagi para petani di Babel.
Sorotan tersebut disampaikannya usai melakukan Kunjungan Kerja (Kunker) Ke Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel).
BACA JUGA:Update Kasus Penyelewengan ACT, Donasi Capai Rp 2 Triliun, 'Disunat' Ratusan Miliar
Batianus menyampaikan aspirasi masyarakat khususnya Kabupaten Bateng, soal pembatasan penggunaan pupuk subsidi sesuai dengan Permentan Nomor 10 Tahun 2022 tersebut.
"Kami menyampaikan apresiasi masyarakat terkait Permentan Nomor 10 Tahun 2022, yang membatasi pengunaan pupuk subsidi dari 9 komoditi pertanian," ujarnya kepada wartawan, Jumat (29/7).
Adapun 9 komoditi pertanian tersebut yakni padi, jagung, kedelai, bawang merah, bawang putih, cabai, kopi, tebu rakyat dan kakao.
BACA JUGA:Perdana Ajang Balap Sepeda Internasional di Belitung, Digelar September 2022
Menurut Batianus, sebelum adanya Permentan tersebut, para petani berhak menggunakan pupuk subsidi sebanyak 70 komoditi pertanian.
Selain itu, setiap daerah memiliki komoditas unggulan di sektor pertanian. Sementara untuk di Bangka Tengah ada beberapa produk unggulan pertanian yakni lada rakyat, karet dan kelapa sawit.
Oleh karena itu, terbitnya Permentan Nomor 10 Tahun 2022, para petani lada dan karet dikhawatirkan tidak lagi mendapatkan pupuk subsidi dari pemerintah.
BACA JUGA:BKKBN Gencarkan Percepatan Penurunan Stunting di Belitung
Tak hanya itu, kata Batianus pembatasan penggunaan pupuk subsisi juga akan berdampak buruk bagi sektor pertanian di Kabupaten Bangka Tengah.
"Kami sangat khawatir kebun lada dan karet yang selama ini menggunakan pupuk subsidi tidak lagi mendapat pupuk subsidi. Paling parahnya hal ini akan memberikan dampak buruk bagi masyarakat atau petani," tukasnya.
Lebih dikhawatirkan lagi, para petani bakal beralih dari bercocok tanam lada dan karet. Padahal lada merupakan hasil pertanian yang dikenal di seluruh dunia.