DPRD Babel Minta Harga TBS Sawit di Belitung Segera Dinaikan, Minimal Sama Dengan Provinsi

DPRD Babel Minta Harga TBS Sawit di Belitung Segera Dinaikan, Minimal Sama Dengan Provinsi

Rapat kerja Komisi II DPRD Babel terkait harga TBS sawit di Belitung--

"Petani kan punya hak juga untuk menuntut balik, dengan catatan kalau emang grading, balikkan buahnye. Ini kan gradingnya 8 persen buahnye diambil. Mestinya kalau grading, oh ini sekian persen 100 kilo. Dibalikan karena ini hak petani, bukan hak perusahaan. Tapi Ini diambil dan diproses, ini yang kita permasalakan,” jelasnya. 

"Petani sawit berhak menuntut balik, mana grading 8 persen, toh mereka (perusahaan) proses, mikak jual. Barang itu tidak buang, jadi duit juga, Malah grading gede, terus grading e diambil harga murah, sementara harga minimal untuk bulan inikan itu Rp 1.720, umur 3 tahun itu,’’ tambahnya menjelaskan harga TBS sawit mitra. 

BACA JUGA:Fakta Baru Pasca Penetapan Pemuda Madiun Tersangka Hacker Bjorka, Ternyata Hanya...

Selanjutnya Eka Budiarta menerangkan, sawit masyarakat itu termasuk salah satu unsur harga pokok produksi. Unsur harga pokok produksi itu ada 2, yakni kebun sendiri dan kebun masyarakat. 

Artinya itu, merupakan komponen, yang sawit masyarakat yang katanya Non Mitra. Itu tetap menjadi harga pokok produksi. 

"Nah kalau tidak, keluarkan harga itu, cukup harga pokok perusahaan. Ini yang tidak matcing. Padahal harga petani dengan harga kebun itu disatukan, menjadi harga pokok produksi. Jadi banyak rancunya,’’ imbuhnya.

Maka dari itu, Politisi PBB Eka Budiartha meminta kepada PKS, seperti PT Parit Sembada segera mengevaluasi, untuk harga dan grading. 

BACA JUGA:3 Akun Diberangus Twitter, Hacker Bjorka Murka, Sebut Agar Bisnis di Indonesia Aman

‘’Harga minimal, kalau umur 3 tahun Rp 1.720. Sebab sulit membedakan antara buah sawit dari mitra dan dari plasma. Buahnya tetap diproses. Dan dalam itu, dak de judul e CPO Plasma atau CPO mitra. Tetap CPO judul e,’’ tegasnya.

Selain itu, Eka juga meminta kepada Dinas Pertanian Provinsi ataupun Kabupaten untuk mengawasi proses grading, bagaimana prosedurya. Sebab itu biasanya aturan perusahaan masing-masing. 

"Kita minta diawasi, benar atau prosedurnya, bayangkan kalau sehari 10 ton, kali Rp 1.000 berape duitnya, mestinya itu hak petani,’’ ungkap Eka. 

BACA JUGA:Jadi Tersangka Bantu Hacker Bjorka, Pemuda Penjual Es di Madiun Buat Pengakuan Mengejutkan

Eka kembali menjelaskan bila dulu, gradingnya tidak besar, hanya sekitar 2 atau 3 persen, kalau sekarang gradingnya lebih besar. Padahal di pulau Bangka masih 3 persen. 

"Mengapa perusahaan di Bangka grading-nya dapat 3 persen, tapi di sini tidak dapat, apa beda PKS di Bangka dengan di sini, kebunnya sama, buah dan minyaknya sama. Jadi PKS ini membuat aturan sendiri, tapi merugikan petani," tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: