Siswa Merdeka Belajar, Guru Harus Merdeka Mengajar

Siswa Merdeka Belajar, Guru Harus Merdeka Mengajar

Diah Indriati, S.Pd--

Oleh : Diah Indriati, S.Pd (Guru SMPN 6 Manggar Kabupaten Belitung Timur)

KURIKULUM merdeka merupakan kurikulum yang disusun untuk menjadi solusi penanggulangan learning loss akibat pandemi Covid-19. Kurikulum ini merupakan penyempurnaan dan penyederhanaan kurikulum sebelumnya. Sama seperti kurikulum sebelumnya, kurikulum merdeka diterapkan secara bertahap pada beberapa sekolah dan kelas tertentu oleh pemerintah pusat dan daerah.

Implementasi Kurikulum Merdeka (IKM) di  sendiri provinsi Kepulauan Bangka Belitung telah dilakukan di lebih dari 2500 sekolah baik sekolah penggerak ataupun sekolah lainnya dari TK, SD/MI sampai ke tingkat SMA/SMK/MA dan sederajat. Pada dasarnya tidak banyak perubahan yang signifikan antara kurikulum 2013 dan kurikulum merdeka. Keduanya tetap cenderung dengan tuntutan yang sama yaitu meningkatkan kompetensi dan membangun karakter peserta didik.

Sama halnya dengan perubahan-perubahan sebelumnya, implementasi kurikulum merdeka tidaklah berjalan dengan mulus. Ada beberapa hambatan yang terjadi, salah satunya adalah sulitnya untuk mengubah mindset guru untuk dapat berubah dan bertumbuh. Artinya masih banyak guru yang tidak mau untuk menerima perubahan ini dan berpegang teguh pada prinsip lamanya. Paradigma seperti ini semestinya tidak perlu dibangun di tengah masyarakat yang berkembang. Terutama di dunia pendidikan yang dinamis, perubahan sangat diperlukan untuk melakukan terobosan atau menerapkan konsep baru sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai dengan baik. 

Guru sebagai pendidik profesional mau tidak mau harus tetap dapat mengikuti perubahan. Hal ini dikarenakan semua guru dituntut untuk berubah dan terus dapat meningkatkan kompetensinya baik kompetensi profesional, kepribadian, sosial, dan pedagogik pada dirinya. Guru tetap harus menyiapkan diri untuk mendukung setiap perubahan terkait pendidik di Indonesia, termasuk mendukung penuh penerapan kurikulum merdeka.

Guru kemudian juga harus memperluas literasi yang berkaitan dengan kurikulum merdeka, menggunakan teknologi digital dengan baik, dan memiliki kemampuan dalam merancang proses pembelajaran yang bermakna di kelas melalui kegiatan intrakurikuler dan projek. Kemudian guru juga dituntut mengembangkan Profil Pelajar Pancasila yang memuat 6 nilai karakter yaitu peserta didik yang berakhlak mulia, berkebinekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis dan kreatif. 

Lebih lanjut, konsep belajar dan mengajar dalam kurikulum merdeka cukup sederhana dan tidak sulit untuk dipahami. Hal yang mungkin terdengar baru di kurikulum merdeka adalah Profil pelajaran Pancasila yang merupakan nilai karakter yang harus dimiliki oleh siswa. Namun demikian, nilai karakter tersebut sebenarnya sudah harus dimunculkan di kurikulum sebelumnya dan hanya dibuat lebih terspesifikasi saja di kurikulum merdeka.

Perubahan lainnya yang terjadi adalah  penyebutan beberapa istilah. Jika selama ini guru familiar dengan KI dan KD, maka di kurikulum merdeka ini diganti dengan Capaian Pembelajaran (CP). Capaian Pembelajaran disusun per fase dari tingkat dasar yaitu fase A (kelas 1dan 2), fase B (kelas 3 dan 4), dan fase C (kelas 5 dan 6), untuk tingkat menengah pertama yaitu fase D (kelas VII-IX), dan tingkat menengah atas yaitu fase E (kelas X) dan fase F (kelas XI dan XII), kemudian Capaian Pembelajaran dalam narasi utuh. Untuk mempermudah Guru menetapkan tujuan pembelajaran dan alur tujuan pembelajaran, Guru terlebih dahulu harus dapat menentukan konten dan kompetensi yang terdapat di Capaian Pembelajaran (CP). 

Kemudian jika di kurikulum sebelumnya, guru wajib menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) pada kurikulum merdeka guru harus menyusun modul ajar.Seperti RPP, Modul ajar juga wajib dikembangkan oleh setiap guru mata pelajaran. Untuk itu guru harus benar-benar memiliki kompetensi dan pengetahuan dalam mengembangankan modul ajar tersebut. Ada beberapa kriteria yang harus diperhatikan oleh guru dalam mengembangkan modul ajar yaitu modul ajar yang disusun harus esensial, menarik, bermakna dan menantang, relevan dan kontektual, serta berkesinambungan. Selain itu, guru juga harus memiliki kemampuan dalam menentukan atau menetapkan strategi pembelajaran, model dan metode serta teknik pembelajaran yang menarik yang disesuaikan dengan materi yang akan diajarkan pada saat menyusun modul ajar

Pembelajaran di kurikulum merdeka juga lebih kepada pembelajaran diferensiasi yaitu pembelajaran yang mengakomodir peserta didik dengan segala kebutuhannya. Guru harus dapat memahami bahwa setiap peserta didik memiliki karakteristik yang berbeda-beda, sehingga guru dituntut untuk dapat melahirkan inovasi-inovasi dan kreatifitasnya dalam memfasilitasi belajar siswa. Perubahan juga terjadi pada asesmen yang dilakukan. Di kurikulum merdeka, penilaian dalam kurikulum merdeka tidak memisahkan antara kognitif, psikomotorik dan afektif, artinya penilaian dilakukan secara holistik atau terpadu.

Asesmen di kurikulum merdeka terdiri dari asesmen diagnostik, formatif dan sumatif. Asesmen diagnostik bertujuan untuk mengidentifikasi kompetensi atau kemampuan, serta mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan peserta didik. Hasilnya digunakan guru sebagai rujukan dalam merencanakan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan pembelajaran peserta didik. Asesmen diagnostik ini terbagi menjadi dua yaitu dianostik non-kognitif dan diagnostik kognitif. Kemudian asesmen formatif dan sumatif di lakukan pada proses pembelajaran berlangsung atau pada akhir pembelajaran. Asesmen formatif dan sumatif dalam sistem pelaksanaan sama dengan kurikulum sebelumnya.  

Keistimewaan lain dari kurikulum merdeka yang memudahkan guru adalah penyediaan perangkat ajar seperti buku teks dan non teks, contoh modul ajar, tujuan pembelajaran dan alur tujuan pembelajaran disediakan langsung oleh pemerintah. Sehingga tidak ada alaasan guru kesulitan dalam menerapkannya. Guru justru dibuat lebih bebas dalam menerapkan dan mengembangkan model pembelajaran. 

Dari semua perubahan yang terjadi, pada dasarnya kita yakin dan percaya dapat dilakukan guru dengan baik. Guru merupakan motor pengerak yang efektif dalam proses kegiatan pembelajaran. Untuk itu dalam hal ini guru hanya perlu melakukan perubahan mindset untuk dapat menerapkan kurikulum merdeka dengan baik. Guru harus tetap berada pada garda terdepan dalam menerima sebuah perubahan. Mengkaji lebih dalam dan terus belajar tentang konsep kurikulum merdeka. Guru harus mempu terus mengembangkan kompetensi-kompetensi yang dimiliki serta terus memupuk semangat berubah dan bertumbuh. Berkaca pada masa lalu,bagaimanapun baiknya kurikulum yang disusun, apabila gurunya tidak atau belum memiliki kemampuan (kompetensi) serta kemauan dalam memahami serta mengimplementasikannya, tentunya rumusan tujuan pendidikan nasional hanya akan menjadi tumpukan kertas saja.

Perubahan yang dilakukan oleh guru tentu juga harus mendapatkan dukungan oleh pihak yang terlibat. Pemerintah dalam hal ini dinas pendidikan provinsi, kabupaten/kota, harus terus berupaya maksimal seperti melengkapi sarana dan prasarana atau fasilitas sekolah yang bertujuan untuk menunjang implementasi kurikulum merdeka. Selain itu juga menyiapkan sumber daya manusia (guru) menjadi sangat penting dilakukan oleh pemerintah, misalnya melibatkan semua guru termasuk guru kelas atau guru bidang studi dalam mengikuti pelatihan-pelatihan yang dilaksanakan secara berkesinambungan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: