Soal Penutupan Social Commerce TikTok Shop, Pemerintah Keluarkan 6 Aturan Lindungi UMKM

Soal Penutupan Social Commerce TikTok Shop, Pemerintah Keluarkan 6 Aturan Lindungi UMKM

Aturan Terkait Social Commerce TikTok Shop yang Dikeluarkan Pemerintah-Grafis/BE-

Keempat, barang-barang yang masuk ke Indonesia akan dikenakan persyaratan yang sama dengan barang-barang dalam negeri, seperti sertifikat halal untuk produk makanan dan izin edar kosmetik dari Badan POM untuk produk kecantikan.

Kelima, e-commerce tidak diperbolehkan untuk berperan sebagai produsen, sehingga mereka tidak diizinkan menjual produk-produk yang mereka produksi sendiri.

Keenam, produk impor dengan nilai dibawah $100 atau setara dengan Rp. 1,5 juta tidak diizinkan untuk dijual melalui e-commerce.

BACA JUGA:Mengenai 21 Jenis Penyakit dan Layanan yang Tidak Ditanggung dan 6 Manfaat BPJS Kesehatan

BACA JUGA:Syarat dan Cara Mengajukan KPR BPJS Ketenagakerjaan, Bunga Rendah DP Jauh Lebih Ringan

Jadi intinya, TikTok Shop hanya diizinkan untuk promosi dan tidak boleh melakukan transaksi jual beli secara langsung. Pola ini mirip dengan iklan di televisi yang hanya mempromosikan.

Aturan Lindungi Pelaku UMKM

Sementara itu, tujuan kebijakan terkait berjualan di media sosial 'social commerce' untuk menciptakan ekosistem persaingan yang sehat dan melindungi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Aturan ini diatur Permendag Nomor 31 Tahun 2023 mengenai Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.

"Ekosistemnya harus kita atur dulu, biar ini fair dari sisi harga, algoritma, dan dari kualitas produknya," kata Direktur Bisnis dan Pemasaran Smesco Indonesia Wientor Rah Mada dikutip dari ANTARA, Jumat (29/9/2023).

BACA JUGA:3 Tips Memulai Bisnis Online, Pelaku UMKM Simak Baik-baik

BACA JUGA:Jualan Tanpa Stok, Jadi Mitra Sisuka Tetap Untung Kurangi Resiko Kerugian

Dia menegaskan bahwa melalui pengaturan peraturan, UMKM dapat dilindungi dari praktik-praktik seperti penentuan harga yang merugikan atau penjualan barang impor dengan harga sangat rendah melalui media sosial.

Menurut data dari Institute for Development of Economic and Finance (INDEF), sebanyak 74 persen produk yang dijual secara online tidak diproduksi oleh penjual tersebut. INDEF juga melaporkan bahwa produk-produk lokal terus menghadapi ancaman dari produk impor, khususnya produk dari China.

Wientor menyatakan, jika pemerintah membiarkan teknologi berkembang tanpa regulasi yang tepat, maka ada risiko disrupsi yang tinggi. "Ini tentu dapat mengakibatkan kerugian besar bagi UMKM," tukasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: