Nasib Raja E-Commerce China yang Diblokir di Indonesia, Kini Kian Terpuruk

Nasib Raja E-Commerce China yang Diblokir di Indonesia, Kini Kian Terpuruk

Ilustrasi: Nasib Raja E-Commerce China yang Diblokir di Indonesia, Kini Kian Terpuruk--(freepik)

BACA JUGA:Daftar Pinjol Resmi Tanpa Verifikasi Wajah 2025, Proses Cepat dan Aman Cair ke Rekening

Trump memang sempat memberikan kelonggaran dengan memangkas tarif pada kategori 'de minimis'—yakni barang kecil bernilai di bawah US$100 (sekitar Rp1,6 juta)—dari 120% menjadi 54%.

Akan tetapi, perubahan ini masih menimbulkan ketidakpastian besar bagi para pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM) China yang selama ini bergantung pada pasar luar negeri, khususnya AS.

Kategori 'de minimis' sebelumnya memungkinkan produk bernilai di bawah US$800 (Rp13 juta) masuk ke AS tanpa dikenakan bea masuk.

Namun, dengan eskalasi perang dagang, banyak keuntungan dari kebijakan ini menjadi tak relevan lagi, terutama bagi merchant asal China yang menjual produk murah dalam jumlah besar.

BACA JUGA:Tips Memilih Aplikasi Investasi Terbaik untuk Pemula: Panduan Lengkap Memulai di 2025

Ketua sekaligus Co-CEO PDD Holdings, Chen Lei, mengakui bahwa tekanan eksternal kini sangat mempengaruhi kondisi operasional dan psikologis para pedagang di platform mereka.

Ia menyebut perubahan radikal dalam kebijakan perdagangan sebagai faktor utama yang menciptakan ketidakpastian dan risiko besar di level global.

Sementara itu, nasib serupa juga dialami oleh kompetitor utama PDD. Alibaba melaporkan bahwa pendapatan kuartalannya meleset dari ekspektasi pasar, menandakan bahwa tekanan makroekonomi dan kebijakan global turut memukul semua pemain besar di sektor ini.

JD.com menjadi satu-satunya yang masih menunjukkan pertumbuhan, berkat strategi agresif seperti program tukar tambah yang berhasil menarik konsumen baru.

BACA JUGA:Mulai Investasi di Juni 2025, Ini 7 Aplikasi Investasi Terbaik untuk Pemula Cuan Tanpa Ribet

Kondisi ini membuat masa depan aplikasi Temu di pasar internasional, termasuk Indonesia, semakin tidak menentu.

Dengan platform yang diblokir di Indonesia, tekanan tarif dari AS, dan ketatnya persaingan domestik, PDD harus segera merumuskan strategi baru untuk bertahan di tengah arus besar perubahan global.***

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: