Naik Penyidikan, Kajati Babel Bongkar Korupsi Pemanfaatan Lahan PT GFI di Pulau Belitung

Naik Penyidikan, Kajati Babel Bongkar Korupsi Pemanfaatan Lahan PT GFI di Pulau Belitung

Ilustrasi: Kasus korupsi Pemanfaatan Lahan PT GFI di Pulau Belitung--

Tanah tersebut merupakan pemberian orang tuanya sejak tahun 1984, dan telah memiliki Surat Keterangan Tanah (SKT) Nomor 27/KD/MBL tertanggal 10 September 1990 atas nama Heryandi Basri.

Heryandi menegaskan bahwa tanah hak miliknya juga telah dicatat dalam buku tanah Kecamatan Nomor 119/1990 Tertanggal 11 September 1990, yang telah ditandatangani oleh Camat dan dilengkapi dengan patok-patok tapal batas atau sempadan.

BACA JUGA:Sidang Kasus Korupsi BUMD PT PTBBI Belitung, Komisaris Akui Terima 'Gaji' Segini

BACA JUGA:Siapa Tersangka Kasus Korupsi Kluster BUMN PT Timah dan Pemprov Babel?

"Dengan demikian, kepemilikan tanah saya telah terdaftar di Kantor Desa Padang Kandis dan Kantor Kecamatan Membalong. Oleh karena itu, Surat Keterangan Tanah tersebut memiliki keabsahan hukum dan kekuatan hukum," tulis Heryandi dalam suratnya pada Jumat, 26 Agustus 2022 lalu.

Namun, sekitar tahun 2017, Heryandi baru mengetahui bahwa tanah yang dia miliki tiba-tiba diduduki oleh PT GFI. Menurutnya, pihak perusahaan menanam pohon sengon di lahan tersebut, tetapi tidak dalam jumlah yang signifikan.

Yang lebih memprihatinkan, terbitlah Surat Keterangan Tanah (SKT) baru di atas tanah yang seharusnya dimilikinya, dengan nama Seran dan Nomor 124/SKT/PDK/2010. SKT ini dikeluarkan oleh Kepala Desa Padang Kandis pada tanggal 18 Juli 2010.

“Padahal, saya atau keluarga tidak pernah menjual atau menyewakan tanah tersebut kepada siapapun,” tulis Heryandi.

BACA JUGA:Pasca Penggeledahan Barang Bukti Korupsi, Kejagung Periksa 2 Direksi PT Timah dan 5 Bos Smelter di Babel

BACA JUGA:Kerugian Negara Kasus Korupsi Washing Plant PT Timah Capai Rp29 Miliar, Bakal Banyak Tersangka?

Pada tahun 2017, Heryandi dan keluarganya memulai perjuangan untuk memperoleh hak atas tanahnya. Mereka melakukan berbagai upaya mediasi dengan melibatkan aparat desa, kecamatan, dan pihak kepolisian sebagai saksi.

Waktu itu, Franky, yang merupakan Direktur PT GFI, diundang untuk mediasi tetapi tidak hadir. Sayangnya, upaya mediasi tersebut tidak berhasil mencapai hasil positif.

Kemudian, pada tahun 2019, Heryandi sebagai pemilik sah tanah berencana mengurus atau meningkatkan Surat Keterangan Tanah (SKT) menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM) melalui Kantor Pertanahan Belitung.

Sebagai kelengkapan, ia juga mengurus Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT PBB) dari Kantor Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah (BPPRD) Belitung.

BACA JUGA:Tim Penyidik Kejari Belitung Sita Barang Bukti Dugaan Korupsi di Kelurahan Paal Satu

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: