MARAH TANDA CINTA.. Marahnya PEJABAT ke pak Indro adalah MARAH BENERAN. Meskipun tidak tiap hari. Apapun alasannya. Marahnya bu Indro, adalah MARAH TANDA CINTA. Meskipun dilakukan setiap hari. @Setiap marahnya bu Indro, menambah derajad dan bobot cinta pak Indro.
Macca Madinah
Mendapatkan guru yang hebat itu memang rezeki masing-masing orang. Konon, karir seseorang akan nginclonk (=di jalur yang benar) kalau sejak awal bekerja bisa mendapatkan atasan yang bisa berperan sebagai mentor sekaligus. Membaca tulisan hari ini, perlu ditambah lagi, memang perlu persistensi dari murid bersangkutan. Kalau mudah patah semangat yah sutralah. Tapi ya, kalau mengikuti standar anak milenial zaman kini, jangan-jangan model atasan (sekaligus mentor) seperti Dr. Lies itu, bakal dijauhi, menjadi terasing sendiri. Jadi minimal, kalau tidak suka berbicara dengan orang secara langsung, harus "bising" di media sosial demi berbagi ilmi, itu kalau ybs memang tetap mau berbagi ilmu hehehe.
Co Ba
Setelah puas komen ngaco seperti di atas, eh lha kok sekarang saya tergelitik buat komen serius. 17x dilempar, ini sebenernya ngga heran2 banget. Kalo angkanya iya sih agak angker, sampe lebih dari selusin gitu bok. Tapi sebagai lulusan sarjana, yg sudah membuat skripsi, asli, ngga pakai joki, pasti lah drh.Indro ini udah punya pengalaman gimana ditolak dosen pembimbing. :D Jadi, sebenernya kalo pas bikin skripsi asli itu berhasil melewati fase2 penolakan perbaikan penolakan perbaikan, itu nanti bakal berguna kok buat menajamkan karakter pantang menyerah. Mbuh nanti jadi pekerja, atau jadi pebisnis, karakter pantang menyerah itu penting.
Co Ba
Abah ini, mentang2 yg diulas adalah seorang dokter hewan, eh diksi yg dipakai "kawin". Saya jadi terbayang liar dan ngaco: misal Abah menawarkan makan ke drh.Indro, apakah Abah selaras dg diksi "kawin" akan bilang "mbadhog yuk dok". Dan misal Abah menawarkan minum ke drh.Indro, Abah akan bilang "monggo di-gloghog teh e/ banyu putihe". Terakhir, saat Abah lihat drh.Indro dan nyonya jawil2an, apakah Abah akan bilang "wis ndhang ngamar kono" eh keliru sih, biar selaras diksi yg dipakai bakalan gini "wis ndhang ngandhang kono". Peace... lewat komen ini saya hanya turut berkontribusi mem-bully drh.Indro, kan ada nyonya sebagai penguat. Wis jawil2an maneh wis iki engko.
yea aina
Peneliti hebat bermental tangguh, mungkin saja memang harus berproses dengan cara disiplin tangguh pula. 17 kali revisi mempraktekkan cara keringkan virus versi Prof Worral, adalah salah satu bukti ketangguhan mental peneliti drh Indro. Apakah prosedur yang sama dilakukan BRIN ketika menyeleksi proposal penelitian yang didanainya? Semoga saja. Mungkin proposal senilai 6 mily untuk renovasi ruang kerja, juga harus revisi 17 kali hingga di acc APBN juga ya, biar penggunanya tangguh dan hebat.
Johannes Kitono
Tidak jelas bgmn caranya drh Indro Cahyono olah virus jadi bubuk dan sesudah 6 bulan bisa dihidupkan lagi. Saya dan anda tidak perlu tahu. Apakah tekniknya sama seperti kapsulasi telur artemia, pakan hidup untuk balita udang dan ikan ? Telur artemia kering yang tersimpan dikaleng " bisa dihidupkan lagi hanya " dalam tempo 18 - 24 jam". Tentu saja hidup dan langsung bisa berenang. Salt Lake , Utah, adalah salah satu habitat hidup dan tempat panen telur artemia. Dan harganya cukup tinggi, 1 kaleng isi 425 gram sekitar Rp.750 ribu. Konon, dulu di pulau Madura yang kadar salinitas lautnya tinggi pernah dicoba budidaya Artemia. Apakah sukses atau gagal, pasti Disway lebih tahu.
*) Dari komentar pembaca http://disway.id