Bagi doktor hukum pidana ini, atas sangkaan pihak jaksa dalam proses penyidikan harus hargai. Karena kapasitasnya dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Namun tentunya butuh pembuktian –atas tuduhan itu- karena yang memvonis itu nanti adalah majelis hakim.
“Apakah terbukti atau tidak sangkaanya? Karenanya pembuktian ini biar kita uji di pengadilan nanti. Ada peraturan-peraturan yang harus ditafsirkan dan dihubungkan dengan fakta-fakta tentunya ini akan mengungkapkan apakah perbutan itu masuk korupsi atau tidak,’’ jelasnya.
Doktor hukum jebolan Universitas Jayabaya itu menyakini ini merupakan persoalan miss dalam fakta dan penafsiran hukum saja. Bukan suatu perbuatan dengan mens rea atau kesengajaan sehingga melakuan PMH dan menimbulkan kerugian negara.
BACA JUGA:Kabar Gembira, THR ASN 2023 akan Bertambah Hingga 50 Persen
“Kita garis bawahi yang berhak secara konstitusional menyatakan kerugian negara adalah BPK dan hakim. Adanya pernyataan-pernyataan nilai kerugian negara itu hanya perhitungan dari versi BPKP, silahkan saja menghitung. Tapi kan mereka tidak berwenang menyatakan kerugian negara. Namun sebagai warga negara yang baik dan taat hukum klien kami menghormati dan menghargai proses hukum yang sedang berjalan,” ucapnya.
“Penahanan ini kan hanya sebagai proses yang diatur dalam KUHAP. Namun bukan berarti orang yang sudah dilakukan penahanan dinyatakan bersalah. Oleh karenya kita kedepankan lah azas praduga tidak bersalah, hormati proses hukum dan jangan memvonis seseorang bersalah, biarkan lembaga peradilan yang menguji proses hukum dan memiliki kewenangan menjatuhkan putusan,” ujarnya.
Direktur Pidana Pasca sarjana STIH Pertiba itu juga mendesak agar pihak Kejaksaan Tinggi Bangka Belitung mengedepankan persamaan dalam perlakuan hukum dalam perkara. Mengingat perkara serupa –modus dan motif- juga menimpa pimpinan DPRD di beberapa Kabupaten/Kota di wilayah Bangka Belitung.
“Pimpinan di daerah sana juga sudah disediakan mobil dinas namun mengembalikan fasilitas tersebut dan mengambil tunjangan transportasi. Pihak Kejaksaan juga harus mengedepankan perlakuan sama di mata hukum harusnya semua diperlakukan sama,” ungkap Adystia.
“Termasuk klien kami (Amri Cahyadi.red) di tahun 2017 hanya 5 bulan menerima tunjangan transportasi, lalu digantikan dengan pengganti antar waktu karena klien kami ikut mencalonkan diri dalam pilkada Bupati Bangka. Nah yang PAW juga menerima uang tunjangan tranportasi. Jika tunjangan transportasi dianggap melanggar hukum kenapa tetap diberikan sampai saat ini, dan semua yang menikmati tunjangan bentuk uang dan tidak mengambil fasilitas kendaraan dinas maupun rumah dinas harus diuji juga dong dibawa keproses hukum sama seperti halnya klien kami,” tambahnya.
BACA JUGA:THR Wajib Dibayar Penuh dan Tidak Boleh Dicicil, Paling Lambat 7 Hari Sebelum Lebaran
Sementara itu, Penasehat Hukum Hendra Apollo, Feriawansyah menyebut bahwa kliennya dicecar 8 pertanyaan tambahan oleh penyidik terutama soal mobil dan pengembalian uang. “Tadi di dalam, klien kami sempat ditanyakan 8 pertanyaan tambahan terkait mobil dan pengembalian uang,” kata Dr Adystia
“Sesuai dengan panggilan dari penyidik hari ini, klien kita sudah hadir dan kooperatif, artinya tidak bisa dikatakan DPO (Daftar Pencarian Orang). Kalau DPO itu kan tidak datang, jadi hari ini kami datang sesuai dengan KUHAP, sesuai dengan aturan hukum dan sesuai dengan surat undangan,” pungkasnya.