Dua Tinggi
Saya pernah baca ,orang yang cerah spritualitasnya tidak perlu durasi tidur panjang untuk ngecas kondisi tubuh . 3-5 jam sudah bisa menjadi segar. Hormat dan sehat selalu Pak Bintrik.
Wong Nganggur
Gmna kalo e katalognya di ganti namanya "e katalog pabrik-pabrik apapun se indonesia raya jaya selamanya" Jadi pemerintah bagian pengadaan barang belinya langsung ke pabriknya.liat daftarnya di e katalog lalu datang ke pabriknya.negosiasi dan lain sebagainya....beres.gampang tho.gampang lah.kan cuma komen.gk melu nglakoni.
Liam Then
Beberapa solusi jangka panjang . 1. Pengetatan impor barang remeh temeh,kualitas disunat/alakadar. Bisa mendorong tumbuhnya industri dalam negeri untuk item-item tsb. 2. Kebijakan bea masuk mesin untuk industri perintis (untuk produk yang tercatat paling sering di impor ke dalam negeri ,jika perlu nol kan saja.) 3.Atase perindustrian kedutaan RI dinegara yang terkenal penghasil mesin industri di tugaskan membuat katalog mesin-mesin produksi yang di hasilkan negara tsb. Untuk kemudian di masukan kedalam website nasional yang dikelola oleh dinas perdagangan dan perindustrian. Sehingga bisa di akses oleh pengusaha yang mencari sumber mesin Industri yang terbaik. 4.Bersiasat dengan kondisi internasional mutakhir. Untuk mendapat manfaat optimal demi negara. Misalnya dengan aktif mengundang pelaku industri di USA, yang terpukul dengan serbuan barang made in China ,untuk bangun pabrik di RI saja. Sentimen negatif USA dalam hal defisit dagang dengan Tiongkok. Sedapat mungkin di manfaat kan untuk kepentingan RI. Hasilnya besar kemungkinan menjadi win-win solution bagi kedua negara. Kombinasi populasi RI dan USA sejumlah 600jt orang lebih sebagai pasar bisa mendukung langkah ini. Pengusaha ,pekerja di RI bisa mendapat ilmu dari pelaku industri USA yang sudah pengalaman. 5.penghapusan budaya SKS ( Sistem Kebut Semalam ) yang terbawa dari masa sekolah,kuliah di lembaga kepemerintahan yang menyebabkan proyek-proyek pemerintah lenyeh-lenyeh. baru di kebut akhir tahun.Harus ada hukuman.
Liam Then
@ Pak Suwito, kenyataan sedihnya, sebenarnya bukan karena bodoh. Tapi macam industri di RI jumlah jenisnya masih sangat minim. Ekosistemnya tidak sehat dan tidak di kondisikan sehat. Tidak ada visi dan misi yang bertujuan untuk membangun industri di dalam negeri. Bisa perhatikan berita. Yang banyak itu keberhasilan menarik investasi asing ini itu. Bukan peresmian ,atau berita khusus tentang pembangunan pabrik produksi oleh anak negeri.
Liam Then
Selamat pagi semuanya. Topik hari ini sesuai keresahan saya juga selama ini. Pernah saya berpikir akar masalahnya apa. Sementara ini saya simpulkan sebagai berikut : 1. Pengusaha RI jika di rujuk berdasarkan sejarah lebih ke produsen yang selalu berhubungan dengan hasil bumi,alam. 2. Pengusaha Indonesia DNA nya pedagang komoditas. Bukan produsen. 3.Pengusaha lokal jarang yang mau repot merintis industri bersifat produksi . Pabrik produksi mayoritas dari pengusaha luar negeri yang mengincar pasar dan tenaga kerja murah RI. 4.Jika ada yang mau merintis ,selalu terhalang tembok penguasaan teknologi. Investasi mesin produksi, mencari sumber supplier mesin produksi. Dan proses masuk mesin produksi ke Indonesia sangat tidak sederhana. Karena berhubungan dengan hitungan bea masuk. Tidak ada keistimewaan yang mendukung pengusaha lokal dalam hal impor mesin produksi. 5. Layanan yang tak sama di dalam proses perijinan , sertifikasi produk antara pengusaha lokal dan pengusaha asing. Jika perusahan asing di backing kedutaan negara mereka. Pengusaha lokal saya tebak, dua kali lebih rumit jika mau jadi produsen barang tertentu. Contoh kasus yang cukup anyar (dibawah 10 tahun ) : mobil listrik yang tidak lulus uji emisi. 6.Pengawasan yang tidak ketat dari pihak pemerintah dalam hal serbuan barang hasil industri hasil kebijakan dumping negara tertentu, barang kualitas disunat berhqrga murah ,hasilnya ; persaingan tidak sehat. Akibatnya pengusaha kembali ke DNA asal. Dagang barang impor
Er Gham
Tidak sekedar masalah akses saja, E katalog diharapkan dapat memutus rantai alur barang. Supaya lebih murah. Dan membatasi peran 'broker'. Broker ini tidak punya stok barang, tapi kok bisa jualan. Jadi belinya langsung ke produsen atau pabrik. Di luar e katalog, sebagai contoh adalah pengadaan tank leopard buatan Jerman untuk TNI. Semula, pengadaannya lewat pihak ketiga. Namun akhirnya TNI langsung nego ke pabriknya. Dengan anggaran yang sama sebesar 280 juta dollar (hampir 4 triliun), TNI memperoleh tambahan 30 persen tank lebih banyak. Bisa kita bayangkan efisiennya.
Vaksin Bucin
Yang sertifikasi TKDN lab sucofindo dan surveyor indonesia, memang legalitasnya dari kemenperin. Biayanya lumayan. Pengadaan tingkat bawah yg bingung, harus pakai TKDN di perpres tidak disebutkan "TKDN dipilih meskipun lebih mahal". Klo ada pemeriksaan ya repot. Apa mau dijawab kepada pemeriksa berdasar surat himbauan TKDN? Apa surat himbauan lebih tinggi dr perpres? Klo mau TKDN full, pusat bikin saja daftar barang. Yang bisa dibeli "merk ini" dikuatkan dengan perpres. Bawah tinggal manut kok, jika yakin tanpa masalah dikemudian hari. Jadi ingat lahan gusuran ganti untung, tapi itu tidak bagi apraisal, mereka tidak mengenal ganti untung, adanya bekerja sesuai aturan. Klo ngikutin kata pejabat tanpa liat aturan bisa bermasalah pak. Dan biasanya bos nya lari, "kan sudah saya bilang, lakkan sesuai SOP. Kok dilanggar?"
DeniK
LKPP bukan lembaga dewa. Masih ada polisi,jaksa,dan kapeka. Tentu mereka tidak mau masuk penjara gara-gara belanja. Beli murah bisa kena tuduhan tdk sesuai . Apalagi beli mahal bisa kena pasal merugikan negara. Bersikap masa bodoh mungkin ini yang mereka ambil yang penting selamat sampai pensiun nanti.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: