Skandal Korupsi Timah Babel: Angka Fantastis Kerugian Negara dan Dampak Ekologis yang Tak Terbantahkan!
Skandal Korupsi Timah Babel dengan Angka Fantastis Kerugian Negara dan Dampak Ekologis yang Tak Terbantahkan-ist-
Penambangan timah di Provinsi Kepualuan Bangka Belitung telah merajalela selama berabad-abad, meninggalkan jejak ekologis yang mendalam dan merugikan.
Dalam perkara kasus korupsi ini, ahli lingkungan dan akademisi dari IPB, Profesor Bambang Hero Saharjo, mengungkapkan bahwa nilai kerugian ekologis yang terjadi mencapai angka yang mencengangkan, yakni Rp271.069.688.018.700.
Namun, yang lebih mencengangkan adalah fakta bahwa jejak kerusakan lingkungan di Bangka Belitung bukanlah hal baru. Sejarah mencatat bahwa praktik penambangan timah telah berlangsung sejak zaman kolonial Belanda bahkan sejak era Kerajaan Sriwijaya.
BACA JUGA:Aktor Intelektual Kasus Korupsi Timah Diperiksa Kejagung, MAKI Desak RBS Ditetapkan Tersangka
BACA JUGA:Giliran Suami Artis Sandra Dewi Jadi Tersangka Baru Korupsi Timah, Susul Helena Lim
Bahkan, menurut catatan sejarawan Babel, Akhmad Elvian, eksploitasi dan eksplorasi timah sudah dimulai sejak tahun 1667, Belanda sendiri telah mengangkut 981.982 ton dari daerah ini.
Dengan demikian, kerusakan alam yang terjadi di Babel tidak hanya merupakan hasil dari praktik penambangan modern, tetapi juga sebuah warisan kelam dari masa lalu kolonial.
Hal ini menegaskan bahwa upaya untuk memperbaiki kerusakan ekologis di wilayah ini tidak boleh hanya berfokus pada solusi-solusi masa kini, tetapi juga mempertimbangkan tanggung jawab sejarah yang tersembunyi di baliknya.
Fakta Selama Periode 2015-202
Seiring sorotan terus mengarah pada kasus Tipikor yang melibatkan PT Timah Tbk selama periode 2015-2022, terbuka sebuah pandangan yang lebih dalam mengenai kerugian yang terjadi.
BACA JUGA:Tersangka Baru Korupsi Timah Babel, Peran Crazy Rich Helena Lim Terungkap
BACA JUGA:Kasus Korupsi Timah, Kejagung Jelaskan Penggeledahan Rumah Crazy Rich Helena Lim
Dalam periode tersebut, perusahaan tersebut dipimpin oleh Mochtar Riza Pahlevi Thabrani (MRPT), yang sekarang menjadi pusat perhatian dalam penyelidikan Kejaksaan Agung (Kejagung).
Tidak hanya MRPT, dua direktur lainnya, yakni Emil Emindra (EE) sebagai Direktur Keuangan, dan Alwin Albar (ALW) sebagai Direktur Operasional PT Timah Tbk, juga telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.
Pengungkapan dalam rilis resmi Kejagung selalu menyoroti dugaan Tipikor Tata Niaga Pertimahan selama periode 2015-2022. Namun, pertanyaannya kini adalah: berapa besar kerugian negara yang sebenarnya, menurut lembaga resmi seperti BPK atau BPKP?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: babel pos